Ketua adat yang lain, Nahadin, menyebutkan, ritual adat melambangkan penghormatan masyarakat terhadap alam dan sekitarnya. Namun ia menyesalkan, ulah investor datang ke kampung mereka yang mengabaikan pesan-pesan kearifan lokal tersebut.
“Kampung kami telah 30 tahun lebih berjuang menggugat perusahaan perkebunan sawit agar mengembalikan tanah masyarakat yang dicaplok perusahaan, pemerintah, tidak memperhatikan adat istiadat yang masih kami pegang penuh. Mereka masuk kampung ambil tanah lalu bikin kebun sawit,” ungkap Nahadin.
Nahadin, Walana, dan ratusan masyarakat lainnya berharap pemerintah Kabupaten Seluma dan Pemprov Bengkulu dapat mendengarkan keluhan mereka agar tanah yang dicaplok perkebunan kelapa sawit segera dikembalikan.
“Kami sudah tidak punya apa-apa lagi, sementara tanah yang kami harapkan untuk hidup sudah menjadi milik perkebunan sawit,” sebut Nahadin.
Author: Firmansyah/Kompas.com
Source | : | kompas.com |
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR