Intisari-Online.com -Ratusan anggota Aliansi masyarakat Adat Nusantara (AMAN) berorasi di depan istana negara dan Kementrian Kehutanan untuk menuntut 2 hal: penetapan Rancangan Undang-undang Masyarakat Adat dan implementasi keputusan MK No. 35 tahun 2012 (17/3).Rancangan Undang-undang masyarakat adat sendiri memuat dasar hukum dan perlindungan bagi masyarakat adat yang haknya sering dirampas. Sementara, keputusan MK No. 35 tahun 2012 menyatakan bahwa hutan adat bukan hutan negara. (Baca juga: Hak Masyarakat Adat pada Hutan Tropis Menipis)
Sekjen AMAN, Abdon Nababan, mengungkapkan bahwa presiden Sudilo Bambang Yudhoyono sebelumnya menyatakan kesediannya untuk mendukung hak masyarakat adat. "Namun sampai sekarang belum ada janjinya yang ditepati," kata Abdon.Abdon mengatakan, SBY hanya memiliki waktu enam bulan lagi sebelum pemerintahannya berakhir. Bila RUU Masyarakat Adat tak disahkan dan keputusan MK No 35 tak diimplementasikan, konflik adat berkepanjangan berpotensi terus terjadi.(Baca juga: ForestDefender.org, Situs Online untuk Bantu Masyarakat Lokal)
Hak hutan bagi masyarakat adatAMAN juga mengkritisi Peraturan Menteri Kehutanan No 62/2013. "Kementerian Kehutanan seharusnya melindungi hutan dan hak masyarakat adat. Tetapi peraturan itu justru menghambat pengakuan hak masyarakat adat, bertentangan dengan keputusan MK No 35," jelas Abdon.Dalam keputusan MK No 35, dinyatakan dua golongan hutan, hutan negara dan hutan hak. Hutan masyarakat adat termasuk dalam hutan hak. Tetapi, dalam peraturan Kementerian Kehutanan masih muncul kategori hutan adat.Abdon mengatakan, peraturan Kementerian Kehutanan menghambat pemenuhan hak masyarakat adat karena menteapkan banyak syarat agar masyarakat adat bisa mendapatkan hutannya. "Seolah-olah tidak mau mengakui hak masyarakat adat," kata Abdon.Abdon mendesak agar pemerintah memiliki keberpihakan pada masyarakat adat, Kementerian Kehutanan tidak menjadi negara dalam negara karena menguasai hutan. (Yunanto Wiji Utomo/ Kompas)