Intisari-Online.com – Di sebuah desa ada orang yang sangat bodoh. Ia sangat marah karena apa pun yang dikatakannya, orang-orang menertawakannya. Orang-orang menyebutnya sebagai seorang idiot. Bahkan ketika ia mengatakan sesuatu yang tepat, orang lain masih saja menertawakannya.
Ia tinggal berdiam diri di kamar, tidak berani untuk berbicara. Namun orang-orang tetap menertawakannya.
Dia bingung, mengapa jika ia tidak berbicara orang menertawakannya, jika ia berbicara pun orang menertawakannya. Jika ia melakukan sesuatu orang-orang menertawakannya, jika ia tidak melakukan apa-apa orang pun menertawakannya.
Hingga suatu hari, seorang bhikku datang ke desa itu.
Malam itu si bodoh jatuh di kaki bhikku itu dan berkata, “Berilah saya berkah. Apakah seluruh hidup saya habiskan untuk malu dan meringkuk seperti ini? Apakah saya akan mati sebagai orang idiot? Apakah tidak ada cara agar saya bisa menjadi sedikit lebih cerdas?”
Bhikku itu mengatakan, “Ada satu cara. Ikuti cara lembut ini, mengumpat terhadap segala sesuatu.”
Kata orang bodoh itu, “Apa yang akan terjadi setelah itu?”
Bhikku itu mengatakan, “Lakukan saja selama tujuh hari kemudian datang lagi pada saya.”
Orang bodoh itu kembali bertanya, “Bagaimana cara saya mengumpat?”
Bhikku itu mengatakan, “Apa pun yang dikatakan orang, buatlah pernyataan negatif. Misalnya, jika seseorang mengatakan melihat matahari yang indah terbit. Katakan saja, apa yang indah itu? Buktikan! Di mana keindahan itu? Apa itu kecantikan? Toh matahari telah terbit setiap hari, telah terbit selama miliaran tahun. Itu adalah dunia api, lalu apa cantiknya?
Ketika seseorang mengatakan, melihat seorang wanita cantik. Anda katakan, apa itu? Bagaimana jika hidungnya sedikit lebih mancung? Bagaimana jika kulitnya lebih putih sedikit? Penyakit kusta juga berwarna putih. Kecantikan itu seperti apa? Buktikan! Jadi, Anda menuntut bukti dari semua orang dan ingat untuk selalu tetap negatif. Tempatkan mereka pada sisi positif, sementara Anda tetap berada di sisi negatif. Datang pada saya setelah tujuh hari.”
Setelah tujuh hari ketika si bodoh itu datang, ia tidak datang sendirian, banyak orang yang mengikutinya. Mereka berjalan di depannya. Mereka memakai karangan bunga yang digantung di lehernya. Sebuah grup musik mengiringi mereka.
Source | : | - |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR