Intisari-Online.com – Tersebutlah seorang pengembara yang tak pernah henti-hentinya pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. Ia selalu kagum pada pemandangan yang dilihatnya dan memuji hasil ciptaan Tuhan. Demikianlah hari demi hari sampai bulan demi bulan dilaluinya. Sampai kemudian tanpa disadari bekalnya telah habis. Betapa kagetnya dia ketika mengetahui uangnya sudah habis. Padahal perjalanannya masih lumayan jauh. Yang lebih merisaukannya lagi, perutnya mulai terasa lapar.
Ia lalu melanjutkan perjalanan dan tiba di sebuah perkampungan. Siang itu penduduk di tempat itu bergembira, karena panen yang berhasil. Si Pengembara duduk beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang. Dia berpikir bagaimana caranya ia dapat pulang dengan selamat.
Menjelang sore hari dia mengetuk pintu rumah salah seorang penduduk.
"Selamat petang, Nyonya," katanya sambil membungkukkan badan.
"Anda siapa? Sepertinya kita belum pernah bertemu selama ini."
“Saya adalah seorang pengembara, Nyonya. Maaf, kalau kedatangan saya ini mengganggu. Tetapi sebelum saya meninggalkan tempat ini, inginkah Nyonya mengetahui tentang obat ajaib? Obat yang bisa membuat orang merasa hidup kembali dan sehat," kata si Pengembara lagi.
"Oh... baru kali ini saya mendengar tentang obat semacam itu, tentu saja saya mau."
"Baiklah Nyonya, tetapi ada syaratnya."
"Akan aku usahakan memenuhi syaratmu, cepat katakan," kata Nyonya itu dengan penuh perhatian.
"Syaratnya mudah sekali, Nyonya. Saya akan memberitahukan tentang obat ajaib itu, setelah Nyonya memberi makan saya sampai kenyang."
"Oh... kalau hanya begitu, buat saya itu bukanlah suatu persyaratan. Hampir setiap tamu yang berkunjung ke rumah saya selalu saya jamu. Ayo ... silakan masuk," sahutnya ramah.
Nyonya rumah pun dengan sigapnya menyiapkan hidangan di meja makan. Begitu selesai, dengan segera si Pengembara dipersilakan makan.
"Nyonya sangat ramah, lagipula masakan Nyonya sangat enak. Saya berterima kasih sekali atas semua ini."
"Saya memang menyiapkan hidangan khusus untuk Anda. Tetapi jangan lupa dengan janji Anda tentang obat ajaib itu."
"Oh ... tentu, tentu Nyonya! Saya tidak akan melupakan hal itu."
"Nah, sekarang tulislah pada secarik kertas ini," katanya Nyonya itu.
"Tidak bisa, Nyonya! Kalau saya tulis di sini, nanti ada orang lain yang yang tahu. Lebih baik Nyonya ikut saya saja. Akan saya perlihatkan langsung obat itu kepada Nyonya."
Tak lama kemudian Nyonya itu dan si Pengembara berjalan bersama. Tetapi, hati Nyonya muda itu penuh tanda tanya dan keraguan. Mereka pun kemudian tiba di sebuah pematang sawah.
"Nah, Nyonya, inilah obat ajaib yang saya maksudkan. Tanpa ini tadi, saya telah mati," kata si Pengembara sambil memegang bulir-bulir padi.
"Apa maksud Anda?"
"Begini Nyonya, uang saya telah habis. Saya tidak bisa membeli makanan. Sementara saya sangat lapar. Nah, Nyonya bisa membayangkan bukan, apa akibatnya kalau saya tidak makan di rumah Nyonya tadi," kata si Pengembara sambil membungkukkan badan.
Sebetulnya hati Nyonya itu agak kesal. Tetapi, dia tidak bisa marah karena menyadari semua yang dikatakan si Pengembara benar.
“Kau betul, tetapi selain itu kau pun seorang yang cerdik. Sebelum kau meninggalkan desa kami, maukah kau singgah sekali lagi ke rumahku. Aku ada bekal untuk perjalananmu selanjutnya."
"Oh ... terimakasih, Nyonya. Anda orang yang baik. Mudah-mudahan Tuhan selalu membuka jalan untuk kebaikan Anda."
Demikianlah akhirnya si Pengembara bisa melanjutkan perjalanan pulangnya dengan selamat. Dia berjanji dalam hati akan selalu singgah ke rumah Nyonya itu jika melewati kampung ini. (kidnesia.com)