Advertorial
Intisari-Online.com -Secara politik dan militer, Australia hingga saat ini masih menganggap Indonesia sebagai ancaman.
Oleh sebab itu, pembelian sebanyak 100 unit jet tempur F-35 Lightning II oleh Australia benar-benar menjadi ancaman serius bagi Indonesia.
Untuk membeli 100 jet tempur berteknologi siluman (stealth) yang memiliki sistem teknologi perang paling canggih itu, Australia telah menggelontorkan dana sebesar Rp227 triliun atau lebih dari 2 kali anggaran TNI tahun 2018 yang ‘hanya’ sekitar Rp104 triliun.
Kehadiran F-35 jika sampai melanggar wilayah Indonesia Timur memang akan sulit dideteksi oleh jet-jet tempur generasi keempat TNI AU seperti F-16 dan Su-27/30 karena dari sisi teknologi bukan merupakan tandingannya.
Ketika sejumlah F-18 Hornet melakukan terbang unjuk gigi di atas wilayah udara Indonesia Timur pasca referendum Timor-Timur (1999), kekuatan udara TNI yang berpangkalan di Kupang, NTT, hanya bisa membiarkan jet-jet tempur Austrlaia itu terbang secara leluasa sebelum akhirnya kembali ke ruang udara Australia.
Jika Indonesia belum bisa menerima sekitar 11 jet tempur Su-35 dari Rusia, maka kehadirian F-35 Australia yang secara sengaja memasuki ruang udara Indonesia memang akan sulit disergap dan diusir.
Secara teknologi F-35 memang merupakan jet tempur siluman yang sulit dideteksi menggunakan radar seperti yang dimiliki oleh F-16 atau Su-27/30 dan sistem radar pertahanan udara di darat.
Namun demikian penerbangan F-35 dari sejumlah sudut masih dideteksi oleh jet tempur Su-35.
Untuk mendeteksi F-35 yang dalam penerbangannya masih mengeluarkan suara dan udara panas dari hasil gas buang mesin jet, Su-35 bisa menggunakan radar pelacak sasaran infra merah (Infrared Search and Track/IRST), dan kemudian menyerangnya menggunakan rudal udara ke udara.
Selain itu F-35 yang jelajah terbangnya hanya sekitar 1.250 km jika akan digunakan oleh Australia untuk menyerang Indonesia juga memiliki kelemahan.
Yakni harus mengisi bahan bakar ulang di udara menggunakan pesawat tanker yang sudah menunggu sambil terbang.
Keberadaan pesawat tanker yang sedang terbang pada koordinat tertentu itu, bisa diburu oleh Su-35 yang memiliki delajah terbang hingga 3.600 km.
Dengan jarak terbang seperti itu, Du-35 masih bisa secara leluasa melakukan perburuan dan pencegatan di udara tanpa mengisi bahan bakar ulang.
Jika pesawat tanker penyuplai bahan bakar F-35 bisa ditembak jatuh, F-35 yang seharusnya mengisi bahan bakar ulang akan menyusul jatuh karena kehabisan bahan bakar.
Selain itu jalur penerbangan F-35 menuju ke pesawat tanker meskipun berteknologi siluman, bisa dideteksi oleh Su-35 yang kemudian melaksanakan misi penghadangan dan menembaknya jatuh.
Dalam kondisi kekurangan bahan bakar maka F-35 menjadi tidak berdaya ketika harus menghadapi pertempuran udara (dogfgiht)melawan Su-35 di udara.
Intinya jika Indonesia (TNI AU) sudah bisa menerima 11 Su-35, sebenarnya tidak perlu khawatir lagi terhadap F-35 Australia yang jumlahnya mencapai 100 unit.