Intisari-Online.com - Baru-baru ini, para ahli mendalami seberapa besar pengaruh status sosial ekonomi seseorang terhadap perubahan bentuk dan fungsi otak manusia.
Penelitian sebelumnya menunjukkan, seorang anak yang tinggal dalam lingkungan miskin, kurang gizi dan tidak mendapat fasilitas kesehatan memadai, memiliki struktur otak yang bisa berubah saat usianya dewasa.
Sebaliknya, penelitian tentang dampak status sosial dan ekonomi terhadap struktur otak pada orang dewasa masih sangat sedikit.
"Kami tahu, status sosial ekonomi mempengaruhi struktur otak pada masa kanak-kanak dan usia yang lebih tua, tetapi ada kesenjangan di dalam penelitian tersebut," kata Dr Gagan Wig, seorang ahli saraf di University of Texas di Dallas, dilansir dari The Independent, Senin (21/5/2018).
Baca juga:
Ini Strategi Nokia Melawan Ponsel China di Indonesia, Akankah Kembali 'Meraja'?
"Kami ingin melihat apakah ada keterkaitan antara status sosial ekonomi dan otak di rentang usia dewasa dalam jangkauan lebih luas," tambahnya.
Dr. Wig dan rekan-rekannya menggunakan teknologi pencitraan otak terhadap 300 peserta penelitian yang berusia rata-rata antara 20 dan 90 tahun.
Status sosial ekonomi mereka diukur dengan menggunakan melihat latar belakang pendidikan dan tingkat "prestise" dari profesi pekerjaan mereka.
Hasil penelitian menunjukkan, ada potensi hubungan antara status sosial ekonomi dengan perubahan struktur dan fungsi otak.
Para ahli mencatat para orang dewasa dengan status secara keseluruhan lebih tinggi memiliki jaringan otak yang lebih efisien dan selaput otak lebih tebal.
Sementara itu, selaput korteks milik peserta yang memiliki status sosial ekonomi rendah, ternyata lebih tipis.
Di sisi lain, para ahli melihat kondisi tersebut dapat menyebabakan gangguan kognitif di masa depan, seperti berkurangnya daya ingat dan kehilangan memori serta demensia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adrie Saputra |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR