"Data hasil penelitian memberikan penggalan memori dari setiap peserta dalam hidup mereka," kata penulis Dr.
Micaela Chan, penulis utama dari penelitian tersebut.
Baca juga:
Sadis, Seorang Ibu Dikeroyok di pasar karena Dituduh Mencuri!
"Mengikuti individu di masa hidup mereka akan memberikan lebih banyak informasi tentang perubahan otak dan hubungan mereka dengan peristiwa serta status kehidupan," tambahnya.
Menurut Dr. Wig, korelasi antara status sosial ekonomi dengan fungsi otak dan anatomi tersebut muncul ketika sesorang sudah menginjak usia dewasa.
"Dalam penelitian ini, individu yang kami pelajari sebagian besar di atas garis kemiskinan. Hal ini membuktikan, hubungan status sosial dan ekonomi dengan otak tidak terbatas pada status mencolok milik individu, tetapi terjadi pada status sosial ekonomi yang lebih luas," katanya.
Sementara itu, menurut Profesor Derek Hill, seorang spesialis pencitraan medis di University College London yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan kepada, dampak status sosial ekonomi pada fungsi dan struktur otak adalah "area penelitian yang menarik".
Namun, dia mencatat bahwa penelitian oleh Dr Wig dan rekan-rekannya memiliki keterbatasan. "Hasilnya menunjukkan kemungkinan hubungan antara status sosial ekonomi dan fungsi otak, tetapi harus dianggap sangat awal," kata Prof Hill.
Penelitian ini terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America.
Selain itu, menurut sejumlah ahli, hasil penelitian tersebut masih belum kuat untuk menunjukkan kaitan antara status sosial ekonomi dan struktur otak.
"Penelitian ini terlalu dini untuk memberikan bukti kuat tentang hubungan dan butuh lebih banyak penelitian agar memperjelas apakah itu nyata atau terjadi secar acak," kata Dr Rebecca Dewey, ahli saraf dari Universitas Nottingham.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adrie Saputra |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR