Gudrun kini tinggal di Munchen. Dikamarnya nampak foto-foto Himmler, pakaian uniform, dokumen-dokumen, album-album, kenang-kenangan pribadi, surat-surat yang menghidupkan kenang-kenangan pada ayah tercinta, yang dijumpainya untuk akhir kali dalam bulan November 1944.
Ia mengatakan akan menulis buku tentang Himmler. Ketika ditanya apakah buku itu nanti akan diberinya judul “Pembelaan atas ayah saya.” Gudrun menggelengkan kepala. Katanya, “Ayah tidak memerlukan pembelaan. Sebab kata “pembelaan” berarti bahwa ayah salah (padahal tidak.
Buku saya akan berjudul sederhana: Heinrich Himmler. Sekali waktu orang akan menyebut namanya seperti orang menyebut nama Napoleon.”
Sampai kini Gudrun belum bisa menerima kenyataan bahwa ayahnya mati bunuh diri. Ketika secara kebetulan ia mendengar dari seorang wartawan yang agak lancang mulut, tentang cara kematian ayahnya, Gudrun seketika jatuh pingsan dan lebih dari sebulan berada dalam krisis yang mengancam jiwanya.
“Farah Dibah, permaisuri Shah Iran, menerima 16 ribu telegram ketika melahirkan putera mahkota. Ketika saya lahir, orangtua saya menerima 628.000 telegram,” demikian kata Edda Goering dengan bangga.
Edda adalah puteri Hermann Goering, orang kedua dalam “Kerajaan Ketika”.
Memang kelahiran Edda disambut seperti biasanya puteri-puteri raja. Kapal terbang-kapal terbang melakukan akrobatik di udara, meriam-meriam menggelegar dan diselenggarakan pesta dansa. Ketika itu tanggal 2 Juni 1938, bagi Jermannya Hitler hari nasional.
Bagaimana nasib puteri Hermann Goering? Sebetulnya Hitler telah memerintahkan agar seluruh keluarga Goering dimusnahkan pada saat tentara Rusia menduduki kubu persembunyian (bunker) di Kanselarij Berlin.
Tetapi pasukan SS yang merasa tak berdaya tidak melaksanakan perintah Fuhrer. Goering bersama isteri dan anaknya kemudian berusaha melarikan diri ke Itali, tapi tertangkap. Tokoh Nazi ini kemudian diajukan di depan pengadilan Nurnberg.
Baca juga: Ketika Perayaan Ulang Tahun Adolf Hitler yang ke-129 Diwarnai Aksi Bakar-bakaran oleh Massa Neo Nazi
Gadis cilik yang pada waktu itu baru berusia sekitar 7 tahun, pada suatu hari diajak mengunjungi ayahnya. Sebelum berangkat, ibunya berkata, “Edda, kau boleh ikut. Tapi berjanjilah bahwa kau nanti tak akan menangis di depan ayahmu.”
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR