Mungkin tidak terlalu banyak yang mengenal sosok Leni Haini. Namun, perempuan asal Jambi ini sukses mengibarkan sang merah putih di kancah internasional melalui cabang olahraga perahu naga.
Mengutip dari kompas.com, Leni adalah mantan atlet perahu naga yang mengharumkan nama Indonesia dengan meraih emas pada SEA Games 1997, SEA Games 1999, kejuaraan dunia perahu naga Asia 1996, kejuaraan dunia di Hongkong 1997, dan kejuaraan Asia di Taiwan 1998. Kehidupannya berubah drastis ketika dirinya memutuskan pensiun di tahun 1999.
Leni yang hanya lulusan SD tidak mampu berbuat banyak, alhasil dirinya terpaksa bekerja sebagai buruh cuci. Padahal, pada tahun 2012 silam dirinya harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk biaya pengobatan penyakit langka yang diderita anaknya. Beruntung, uluran tangan dari netizen ternyata mampu menutupi biaya kekurangannya tersebut.
4. Anang Ma'ruf
Beralih ke bintang lapangan hijau, pesepakbola senior asal Surabaya dan mantan timnas Indonesia, Anang Ma'ruf, dikabarkan harus berkerja sebagai ojek online demi menghidupi keluarganya, setelah memutuskan untuk menggantung sepatunya.
Anang yang memiliki berbagai prestasi seperti meraih perak di ASEAN Games 1997 dan medali perunggu di ASEAN Games 1999, kini memilih untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan bekerja sebagai ojek online. Kemenpora yang mendengar hal ini, merasa prihatin atas keadaannya sekarang. Alhasil pada September 2015 lalu, bintang timnas di era 90an itu mendapatkan ‘tali kasih’ dari pemerintah.
5. Marina Segedi
Mantan atlet pencak silat di tahun 1980an ini harus menjadi sopir taksi, guna menyambung kehidupannya sehari-hari. Dirinya yang menjadi seorang single parent, memaksanya untuk mundur dari dunia pencak silat, dan mencari pekerjaan lain untuk menghidupi anak-anaknya.
Kemampuannya dalam olahraga pencak silat tak perlu diragukan lagi. Pada tahun 1981, dirinya berhasil mempersembahkan medali emas untuk kontingen Indonesia pada di SEA Games di Filipina. Namun karena saat itu belum ad penghargaan bagi para atlet berprestasi dari pemerintah, selepas pensium dirinya harus berjuang keras untuk tetap bertahan hidup.
Beruntung, pada tahun 2011 silam, ketika sedang membawa penumpang dirinya bertemu dengan seseorang yang bekerja di Kemenpora, sehingga dirinya kini mendapat santunan dari pihak pemerintah.
Contoh di atas adalah sejarah pahit para atlet Indonesia yang sulit dihapus. Jangan sampai prestasi atlet Indonesia menurun akibat sikap orangtua yang tidak ingin anaknya menjadi seorang atlet. Pemerintah diharap mampu membenah diri, sehingga kejadian ini tidak terulang dikemudian hari.
Penulis | : | Rafael Ryandika |
Editor | : | Rafael Ryandika |
KOMENTAR