Bos Lion Air Rusdi Kirana: Maskapai Saya Paling Buruk di Dunia, tapi Anda Tak Punya Pilihan

K. Tatik Wardayati

Editor

Rusdi Kirana di Balik Lion Air (3): Maskapai Saya Paling Buruk di Dunia, tapi Anda Tak Punya Pilihan
Rusdi Kirana di Balik Lion Air (3): Maskapai Saya Paling Buruk di Dunia, tapi Anda Tak Punya Pilihan

Intisari-Online.com – Sosoknya ini tak begitu dikenal di kalangan pengusaha, begitu pun di dunia penerbangan.

Padahal saat ini ia menorehkan sejarah yang mencengangkan dalam bisnis penerbangan Indonesia, bahkan dunia.

Mari, kita mengenal sosok misteri Rusdi Kirana di Balik Lion Air.

Berikut ini adalah petikan wawancara dengan Rusdi Kirana dengan Reni Rohmawati, wartawan Majalah Angkasa.

(Baca juga: Inilah Alasan Kemenhub Membatalkan Pemberian Sanksi pada Lion Air dan AirAsia)

(Baca juga: Porter Lion Air Akui Sindikat Pencuri Barang Penumpang di Bandara Soekarno-Hatta Sudah Terstruktur)

(Baca juga: Ini Penjelasan tentang Suhu di Kabin Lion Air yang Sangat Dingin Hingga Air Membeku)

--

Apakah itu soal kompetisi?

Kita memang berkompetisi. Saya pernah bilang sama Tony (Fernandez), gua kagum sama you, tapi saya challenge. Who is stronger? Pertama di Indonesia, ternyata dia cuma punya tiga persen market share, delapan tahun. Terus saya bilang, akan masuk ‘rumahmu’. Orang bilang tak mungkin bikin airlines di Malaysia. Buktinya masuk. You di Thailand, gua juga masuk. I don’t want to argue, tapi I want to prove it. Kita harus bisa menyimak. Tidak mungkin pisau akan tajam kalau tidak diasah. Tidak mungkin kita pengusaha akan ulet kalau semua lancar. Kita learn by mistake, learn semua dari tempaan. Dalam hidup ini kita harus bersyukur, kerja yang baik, berkreativitas, berpikir beyond, out of the box, dan berusaha melupakan orang yang membuat kita susah.

Kapan dan apa momen terberat yang pernah Anda alami?

Tahun pertama. Pada saat itu saya punya keuangan sangat limited. Awal tahun 2000 saya harus memberikan deposit kepada lessor Rp6,5miliar, kalau 1 dollar AS adalah Rp10.000, untuk sewa pesawat. Modal saya kan 900.000 dollar AS. Sementara lessor-nya sedang ada masalah dengan maskapai tertentu di Indonesia, yang membuat kita khawatir juga. Saya punya pilihan, deposit saya kirim ke lessor di AS atau tidak. Direktur saya tak setuju, tapi saya kirim uang saya. Tuhan, saya tak ada pilihan lain. Saya akan kirim uang ini. Pesawat kemudian datang, tapi seminggu grounded; rusak. Hal kedua terberat adalah kejadian Solo, 30 November 2004 (pesawat MD-82 kecelakaan, yang memakan korban 26 meninggal dunia, Red.). Saya terpukul banget. Di luar itu, saya rasa ada juga, tapi tak sampai ke sanubari.

Apa yang akan Lion Air Group kembangkan untuk masa depan?

(Lion Air Group memiliki maskapai penerbangan: Lion Air, Wings Air, Batik Air, dan Malindo Air di Malaysia, juga air charter Lion Bizjet. Selain itu, sedang dibangun pusat perawatan pesawat terbang –MRO, Maintenance, Repair, Overhaul, di Batam; serta berbagai bisnis lain di luar penerbangan)

Sekarang kita sedang siapkan Thailion, maskapai penerbangan berbasis di Thailand. Tahun depan akan ke Myanmar dan Australia, juga ekspansi lagi ke negara-negara lain. Kita akan gandeng partner. Kita selesaikan masalah yang ada dari SDM dulu. Ke depan akan listing, tapi nanti. Ada hal-hal yang sedang kita selesaikan, seperti membangun perumahan karyawan, sekolah, rumah sakit. Karena kita swasta, kita bisa bebas. Kondisi kita tak membutuhkan pendanaan. Perusahaan kita profit, belum butuh dana luar.

Bagaimana Anda berbisnis?

Saya tak mau berdebat soal menipu atau tak menipu. Kalau memang saya menipu, tuntut saja ke pengadilan. Dalam negosiasi itu, kamu setuju saya setuju, kamu untung saya untung, atau kamu rugi saya untung. Saya beli pesawat lebih mahal, yang bodoh saya. Tentang Boeing, saya dapat harga yang bagus karena saya berani ambil pesawat yang belum dibikin. Kemudian kita berhasil. Itu kembali ke kejelian. Dulu, di Indonesia pakai B737-200 karena gampang pilotnya, teknisinya. Saya ambil MD-82 dengan 168 penumpang, lebih banyak 40 seat dari pesawat itu. Ini out of the box. Di bisnis itu, apa yang kita dapat bukannya apa yang bisa kita dapat. Itu adalah hasil negosiasi kita dan kerja keras. Ini bicara kerja kemanusiaan ya, bukan ketuhanan. Saya sekarang kerja santai karena kita bisa buat orang bekerja dengan sistem dan kepercayaan. Mereka percaya bahwa mereka tak akan ditinggalkan oleh Rusdi. Kita timbulkan loyalitas.

Walaupun mulai sekarang ingin “membuka diri”, Rusdi tak ingin eksposenya didramatisasi terkait kehidupan masa lalunya yang sulit. Ia bersyukur diberi kesempatan 13 tahun berkembang, “Dan saya misteri, wajar orang ingin tahu. Saya dapat e-mail dari berita di Washington Post. Di sana ditulis tentang saya ‘… an airlines who domain Indonesia’s domestic market run by unnamed’. Saya dianggap orang misteri. Saya juga disebut psycho businessman. Padahal saya tidak pemalu.”

Ia pun cerita sewaktu diminta bicara di Washington University untuk program MBA-nya karena salah seorang anaknya sekolah di sana. “Saya ditanya, di-compare dengan airlines di Amerika, Lion Air seperti yang mana? Saya bilang, tak ada. Airlines saya adalah yang terburuk di dunia. My airlines is the worst in the world, but you have no choice. Makanya ada yang bilang, Lion Air dibenci tapi dirindu,” tuturnya.

--

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2013, dengan judul asli “Rusdi Kirana: Sosok Misteri – Who Makes People Fly.”

Artikel Terkait