Selama Soekarno di penjara, Inggit setia menempuh perjalanan sejauh 30km dari Ciatel ke Sukamiskin menjenguk Soekarno dengan berjalan kaki untuk mengirit ongkos.
Inggit adalah sumber informasi dan pengamat jitu segala yang terjadi di luar bilik penjara.
Meski pemeriksaan ketat diberlakukan di sana, Inggit berhasil mengecoh sipir penjara dengan menggunakan telur rebus sebagai media komunikas.
Telur tersebut telah ditandai dengan tusukan halus di luarnya.
Satu tusukan berarti situasi aman. Dua tusukan artinya seorang kawan tertangkap. Tiga tusukan menandakan adanya penyergapan besar-besaran.
Segala macam hal dilakukan Inggit untuk meringankan beban Soekarno. Mulai dari menyelundupkan buku atau memberikan sejumlah uang dalam makanan.
Bahkan, agar bisa menyelundupkan buku, Inggit harus berpuasa tiga hari agar buku-buku itu bisa ia sembunyikan di perut.
Inggit tak pernah menunjukkan kesedihan di depan suaminya. Termasuk saat Soekarno galau karena merasa menjadi suami yang gagal.
“Tidak, kasep (ganteng), jangan berpikir begitu. Mengapa mesti berkecil hati. Di rumah segala berjalan beres.Tegakkan dirimu, Kus (Kusno, panggilan kecil Soekarno), tegakkan! Teruskan perjuanganmu! Jangan luntur karena cobaan semacam ini!” tegas Inggit dengan kelembutan.
RELA IKUT DIBUANG
Setelah bebas dari hotel prodeo, Soekarno kembali melanjutkan perjuangannya.
Ini membuatnya ditangkap Belanda lagi dan dibuang ke Ende, Flores, sebelum kemudian dibuang ke Bengkulu.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR