Mereka bukan hanya enggan membereskan sampah makanan sendiri. Amel melihat, kemungkinan besar orang-orang ini juga tidak akan mau membantu orang lain dalam berbagai hal.
Kemudian tentang mereka yang pro dan justru meremehkan orang lain, Amel melihat ini indikasi perilaku buruk juga.
Hal ini mungkin karena mereka sempat memiliki pengalaman tinggal di sebuah lingkungan yang menganggap kampanye seperti yang dilakukan KFC sangat biasa, kemudian di Indonesia ternyata muncul pro kontra.
"Ini yang kemudian mungkin membuat anggapan bahwa masyarakat Indonesia terbelakang," katanya.
Untuk itu, menurutnya orang yang pro tapi meremehkan dan menjelekkan mereka yang kontra, memiliki perilaku yang sama buruknya seperti orang yang enggan melakukan hal sederhana.
Bagaimana sebaiknya menanggapi hal ini?
Menurut Amel, edukasi semacam ini sebenarnya penting dan yang terjadi di sini adalah adanya dua kubu ekstrem.
"Tapi sebenarnya yang di antara keduanya kan masih banyak juga," ujarnya.
Ia sendiri mengapresiasi apa yang dilakukan KFC Indonesia.
Amel berpendapat, nantinya akan ada dan banyak orang yang perilakunya berubah seiring dengan kampanye semacam ini digalakkan.
"Atau sederhananya ketika karyawan KFC melihat konsumen membereskan makanannya sendiri dan mengungkapkan terima kasih, reward positif semacam ini mungkin akan membuat konsumen merasa perilakunya dihargai dan ia akan merasa senang karena membuat orang lain menjadi senang. Ini akan membuat orang berpikir bahwa perilaku tersebut adalah yang benar dilakukan," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Budaya Bereskan Sampah Bekas Makanan Sendiri di Restoran Cepat Saji Lumrah di Luar Negeri" dan "Kampanye KFC #BudayaBerberes Tuai Polemik, Begini Kata Psikolog Sosial".
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR