Selain itu, ada kejenuhan media sosial akibat polarisasi yang sangat tinggi di media sosial.
Baca Juga : Termasuk Isu Kebangkitan PKI, Ini 10 Hoaks Sepanjang 2018 yang Menggemparkan
Para pemilik akun tentu akan mem-follow akun-akun yang sepemahaman dengannya sehingga cukup sukar untuk memasukkan informasi dari kandidat lain.
Jika sebuah akun sudah memiliki kecenderungan, maka berita, diskusi, dan informasi dalam platformnya akan banyak membahas kandidat pilihannya.
Meskipun pertarungan via media sosial tampak menggantikan mobilisasi darat, kampanye masih memanfaatkan cara tradisional dengan door to door, iklan TV, dan media sosial.
Kombinasi ini dirasa pas untuk mengenalkan kandidat pada masyarakat.
Pun demikian menurut Arya, kampanye langsung akan lebih menentukan. “Dengan kompetisi yang ketat ini, justru yang akan menentukan adalah serangan darat. Kampanye yang sangat lokal, misalnya (mengunjungi) daerah tertentu,” katanya.
Baca Juga : Gara-gara Hoaks, 20 Orang di India Tewas Dihakimi Massa dalam Dua Bulan Terakhir
Source | : | Majalah Intisari Januari 2019 |
Penulis | : | Natalia Mandiriani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR