Advertorial

Prediksi Politik 2019: Bukan Medsos, Ternyata Ini Model Kampanye Paling Efektif

Natalia Mandiriani
,
Ade S

Tim Redaksi

PREDIKSI POLITIK 2019, model kampanye reaktif ini muncul dengan memanfaatkan blunder dari masing-masing kubu.
PREDIKSI POLITIK 2019, model kampanye reaktif ini muncul dengan memanfaatkan blunder dari masing-masing kubu.

Intisari-Online.com - Kampanye menjadi penting untukmengenalkan inovasi kandidatkepada milenial yang merupakan pemilih galau dengan menentukan keputusan di akhir (last decider).

Dikisahkan Arya Fernandes, peneliti dari Center of Strategic and International Studies (CSIS), kemenangan Jokowi di periode lalu adalah keberhasilannya membedakan diri dari Prabowo.

Inovasi yang ditawarkan Jokowi berhasil menggaet pemilih untuk memberikan suara mereka. Kini, sebagai petahana, kemampuan Jokowi menyajikan inovasi baru akan diuji.

Pasalnya, menurut Arya, penantang akan lebih banyak menawarkan inovasi baru dan menjanjikan perubahan yang lebih menarik.

Baca Juga : Prediksi Media Sosial 2019: Begini Menangkal Hoaks yang Tetap Eksis

Arya menyampaikan, sosialisasi mengenai gambaran masing-masing kubu masih tidak jelas saat diwawancarai (6/11).

Baik petahana maupun penantang belum menunjukkan fokus mereka. “Karena campaign (kedua kubu) sekarang itu sangat reaktif banget,” jelasnya.

Sepengamatan Arya, model kampanye reaktif ini muncul dengan memanfaatkan blunder dari masing-masing kubu.

Akibatnya, adu gagasan dan ide belum kentara dilakukan, malah publik disibukkan dengan aktivitas tiap kubu yang mengomentari pihak lain.

Baca Juga : Denny JA: Nyaris, Jokowi Kalah Pilpres

Pemanfaatan media sosial tampaknya menjadi alternatif untuk berkampanye. Berdasar data yang ditunjukkan, arus informasi yang akan diakses oleh milenial akan beralih ke media sosial sebagai sumber.

Hanya saja, Arya mengingatkan, kampanye di media sosial tidaklah mudah. Hoaks yang berseliweran di dunia maya membuat penggunanya penat.

Dalam situasi seperti itu, tidak mudah mempengaruhi akun-akun yang sudah condong mendukung kandidat tertentu.

Selain itu, ada kejenuhan media sosial akibat polarisasi yang sangat tinggi di media sosial.

Baca Juga : Termasuk Isu Kebangkitan PKI, Ini 10 Hoaks Sepanjang 2018 yang Menggemparkan

Para pemilik akun tentu akan mem-follow akun-akun yang sepemahaman dengannya sehingga cukup sukar untuk memasukkan informasi dari kandidat lain.

Jika sebuah akun sudah memiliki kecenderungan, maka berita, diskusi, dan informasi dalam platformnya akan banyak membahas kandidat pilihannya.

Meskipun pertarungan via media sosial tampak menggantikan mobilisasi darat, kampanye masih memanfaatkan cara tradisional dengan door to door, iklan TV, dan media sosial.

Kombinasi ini dirasa pas untuk mengenalkan kandidat pada masyarakat.

Pun demikian menurut Arya, kampanye langsung akan lebih menentukan. “Dengan kompetisi yang ketat ini, justru yang akan menentukan adalah serangan darat. Kampanye yang sangat lokal, misalnya (mengunjungi) daerah tertentu,” katanya.

Baca Juga : Gara-gara Hoaks, 20 Orang di India Tewas Dihakimi Massa dalam Dua Bulan Terakhir

Artikel Terkait