Hebatnya, meski sudah uzur, dalam urusan shalat dan mengaji, ibundanya itu selalu berusaha tidak mengabaikannya.
(Baca juga: Zhang Ruifang, Nenek Usia 107 Tahun Memiliki Tanduk Di Dahinya)
"Sekarang kalau mengaji sudah tidak terbaca, jadi hanya baca-baca ayat Al Quran. Kalau dengar adzan, langsung shalat.”
“Shalat lima waktu tak mau telat, bahkan tahajud juga dijalani. Ibu itu selalu menasihati kami supaya rajin ibadah.”
“Untuk makan tak pilih-pilih. Apapun di meja dimakan. Sukanya ketela rebus dan minum kopi. Alhamdulillah, ibu tidak pernah sakit. Sejak dulu memang ikut saya," terang Sukayah.
Kepala Dusun Nganggil, Marjuki, mengatakan, di data kependudukan, Mbah Satiyah tercatat lahir pada 10 Januari 1925.
Meski demikian, ia masih mempertanyakan keabsahannya, karena beberapa sesepuh desanya yang tercatat ikut berjuang melawan penjajah, mengakui jika Mbah Satiyah adalah senior.
Mereka yang juga sudah lanjut usia itu memanggilnya dengan sebutan Mbah.
"Orang-orang di desa yang kelahiran 1925, memanggil Mbah Satiyah dengan sebutan Mbah. Kalau secara logika Mbah Satiyah itu jauh lebih tua. Ya, hanya Allah yang tahu, petik hikmahnya saja," pungkas Marjuki. (Puthut Dwi Putranto Nugroho)
(Baca juga: Resep Panjang Umur Dokter Jepang yang Hidup hingga Usia 105 Tahun: Jangan Terlalu Percaya Dokter!)
(Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul "Ketela Rebus dan Kopi Hitam, Menu Favorit Mbah Satiyah Hingga Usia Ratusan Tahun")
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR