Batu peringatan di sekitar museum menggambarkan betapa banyak korban berjatuhan selama perang berkecamuk.
Di buku tamu museum tertera tulisan yang berisi pengharapan pada perdamaian. Di antaranya ada juga tulisan peringatan akan heroisme dan pengorbanan para pilot muda usia itu.
"Untuk melindungi nusa dan bangsanya, putra-putra berumur dua puluhan ini telah mengorbankan jiwanya," tulis salah satu tamu.
(Baca juga: Hidup Borju dari Hasil Menipu: Menengok Kisah Hidup Angela Lee, Cak Budi, hingga Anniesa Hasibuan)
Surat-surat selamat tinggal
Di lobi museum, para pengunjung disambut oleh lukisan dinding yang menggambarkan seorang dewi sedang menolong roh pilot kamikaze dari pesawat yang terbakar. Seragam, medali, bendera matahari terbit bergantungan di dinding museum.
Di tengah-tengah ruang utama terdapat sebuah pesawat terbang dari masa PD II dikelilingi patung-patung pilot kamikaze yang sedang bersalut.
Tape audio memperdengarkan kisah dua pilot yang menukikkan pesawatnya pada pesawat pembom AS di udara dan berhasil merobohkan pesawat itu.
Museum itu memang menggugah hati para pengunjung betapa mudanya para pilot itu. Mereka pastilah putra-putra yang gembira, yang sebenarnya masih lebih suka tinggal bersama ibu, saudara, dan kawan-kawan ketimbang dilatih untuk masuk ke kancah kematian yang dahsyat.
Di lobi ada sebuah piano milik seorang pilot. Foto-foto mempertunjukkan mereka sedang bercanda, tersenyum, bahkan ada yang sedang mengelus-elus anak anjing.
Namun yang sering kali membuat para pengunjung meneteskan air mata adalah ratusan surat berisi ucapan selamat tinggal yang ditulis sebelum para pilot itu menjalankan misi mautnya.
(Baca juga: Lika-liku Kehidupan Anak Kembar Siam Paling Tragis Dalam Sejarah, Salah Satunya Diperalat Sebagai Mesin Pencari Uang)
Foto dan surat seorang pilot, Yoshio Nagai, yang ditaruh dalam lemari berbunyi, "Aku akan terhambur dengan indah permai." Yoshi waktu itu berumur 20 tahun. Dalam surat sayonara-nya kepada keluarga, ia menyamakan jibaku dengan bunga-bunga sakura yang terembus angin dari pohonnya.
Rupanya, selain surat perpisahan, mereka juga diperintahkan menulis surat pemyataan terakhir oleh atasan. Inilah pernyataan terakhir Yoshio Nagai, "Saya gembira dapat berbakti kepada Kaisar. Saya hanya berbuat apa yang harus saya lakukan, bukan sesuatu yang patut dibanggakan."
Yakin bahwa pernyataan terakhir itu akan dibaca oleh para pejabat militer Jepang, ada pula yang menulis nasibnya dengan sajak-sajak. Sebagian besar menyatakan rela memberikan jiwa dan raganya bagi negara, meskipun ada seorang pilot yang menulis surat perpisahannya kepada keluarga seperti ini, "Saya akan ke neraka!"
Perang memang pahit. Setengah dari bangsa Jepang mengangggp para pilot kamikaze ini anak-anak muda tak bersalah yang menjadi korban perang.
(Ditulis oleh dr. John B. Kwee. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1995)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR