Kemiskinan pun merajalela, karena selain menyetor pada kumpeni, kadang rakyat masih harus memberi upeti pada raja.
Pengurus VOC di Batavia hidup bak bandit tanpa bos, semisal soal pengangkatan gubernur jenderal. Dahulu, mereka dipilih oleh de Heeren XVII. Tapi lama-kelamaan cuma diangkat oleh de Hooge Regeering, pengurus VOC di Batavia.
Jabatan ini sebagian besar digenggam seumur hidup. Selain gila uang, mereka juga gila pangkat dan kehormatan. Pada 24 Juni 1719 misalnya, Gubjen Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi yang mengatur secara rinci penghormatan terhadap para pejabat.
Jika sang Gubernur lewat, warga keturunan Eropa harus menunduk sedikit, sedangkan bukan Eropa kudu menyembah. Aturan ini membuat pejabat "eselon" di bawahnya berlomba-lomba menciptakan cara penghormatan "paling keren".
Keadaan menjadi kacau. Sebelum kian parah, Gubjen Jacob Mossel (1754) mengeluarkan aturan yang merinci penghormatan terhadap pejabat.
(Baca juga: 6 Gejala Sederhana Ini Bisa Menjadi Tanda Anda Terkena Leukemia, Salah Satunya adalah Sering Demam!)
Salah satunya, kereta kaca dengan dua jalur kursi, ditarik enam ekor kuda, berhias warna emas, dan dikusiri orang Eropa hanya boleh dinaiki gubjen.
Di sisi lain, meluasnya sejumlah kekuatan luar yang berhasil ditaklukkan, membuat biaya untuk mempertahankan hegemoni menjadi sangat besar. Ini diperparah dengan masuknya orang-orang pemerintahan dalam kepengurusan de Heeren XVII.
Sejak 1749 Staten Generaal menetapkan Raja Willem IV sebagai pemimpin dan panglima tertinggi VOC. Sejak itu, banyak pejabat pemerintah jadi anggota de Heeren.
Sayangnya, "Mereka yang dipilih kebanyakan orang-orang tua yang punya vested interest. Akibatnya, fungsi pengawasan terhadap organisasi VOC di Batavia, yang mestinya dilakukan dengan ketat, justru menjadi ajang mencari keuntungan pribadi," ulas Mona Lohanda.
Ini berbeda dengan pola kolonialisme Inggris. Kongsi dagang mereka, EIC, hanya berperan dalam urusan maupun monopoli perdagangan. "Jika sudah menyangkut kekuasaan dan pengaturan pemerintahan, diserahkan pada pejabat yang langsung didatangkan dari Inggris, yang menguasai bidang pekerjaannya," imbuh Mona.
Alhasil, begitu pecah perang melawan Inggris (1778), VOC keteteran. Semua kantornya di pantai India direbut Inggris. Tiga tahun mereka gagal mengirim dagangan ke Belanda. Seiring dengan macetnya volume dan jalur perdagangan mereka, terungkaplah segala borok VOC.
(Baca juga: Bermodal Kaleng Kosong, Pasukan Jepang Berhasil Bikin Pasukan Belanda di Subang Kocar-kacir, Ini Ceritanya)
Pada 6 Februari 1781, para pemegang saham mulai panik setelah VOC tak lagi membagi deviden. Sebagian menuntut agar kongsi ini dibubarkan.
Tapi VOC masih dipertahankan, karena banyak orang belum bisa membayangkan pengadaan barang dari Nusantara tanpa perusahaan ini.
Saat utang VOC makin membengkak, Raja Belanda Willem V tak lagi membiarkan kelakuan para koruptor itu. Tepat 8 Agustus 1799, pengambilalihan VOC oleh Pemerintah Belanda diumumkan di Batavia. Puncaknya, 31 Desember 1799, VOC dibubarkan.
(Ditulis oleh Muhammad Sulhi. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 2002)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR