Sementara itu, perlawanan Banten dan Makassar yang sebelumnya amat kuat, terus melemah. Gara-garanya, VOC menyibukkan mereka dengan perebutan kekuasaan dan peperangan antarsaudara.
(Baca juga: Dari Korupsi Hingga Rangkap Jabatan, Inilah Daftar ‘Warisan’ Terburuk VOC untuk Birokrasi Indonesia)
Sedangkan Mataram, yang di zaman Sultan Agung sempat dua kali menyerang Batavia, dipaksa berdamai menyusul wafatnya Sultan Agung pada 1646.
Masa kemasan VOC sebagai negara, diyakini terjadi tahun 1755 – 1799. Saat itu, sejumlah kerajaan lokal tak lagi punya gigi, sementara jalur laut antara Maluku – Amsterdam lewat Tanjung Harapan amat terjamin keamanannya.
Gila hormat
Ironisnya, di saat bersamaan, sebagai sebuah kongsi, VOC justru memasuki babak paling suram. Korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan nafsu kemewahan merasuki para pemimpinnya.
Konon, Gubjen van Hoorn sempat menumpuk harta senilai 10 juta gulden saat kembali ke Belanda pada 1709. Padahal, gaji resminya cuma 700 gulden sebulan.
Kekayaan itu didapat dari memotong kas VOC, upeti, manipulasi setoran hasil bumi, hingga menerima sogokan calon pegawai VOC. Gubemur jenderal lain pun setali tiga uang.
Sialnya, kenakalan mereka tak gampang diketahui pengurus di Belanda. Soalnya, banyak laporan keuangan VOC yang dirahasiakan, dengan dalih akan membahayakan keamanan negara jika dipublikasikan.
(Baca juga: Mantan Bodyguard Selebritas Ini Hidup dengan ‘Hernia Terbesar di Dunia’, Dokter pun Takut Mengoperasinya)
Makin tak mencurigakan, karena VOC tak pernah absen membayar dividen buat para pemegang saham.
Padahal, kas VOC selalu gali-lubang-tutup-lubang, dengan meminjam uang dari bank-bank di Amsterdam. Di sisi lain, sama sekali tak ada kesadaran untuk membayar jerih payah para petani dengan harga pantas.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR