(Baca juga: Miris, Tentara Taliban Gunakan Balita Empat Tahun untuk Menyembunyikan Bom dalam Rangka Menyerang Afganistan)
Tak disangka, tentara itu menyuruhnya melanjutkannya. Ia bahkan menyuruh Ibrahim mendoakannya. Ternyata, tentara itu dulunya adalah seorang Kristen sebelum akhirnya masuk Islam untuk menghindari eksekusi. Ia juga tahu bahwa sebentar lagi dirinya akan dieksekusi.
Pada hari eksekusi, ia diperintahkan memimpin sekelompok perempuan untuk mengambil air di sungai terdekat. Tentara itu memanggil Ibrahim untuk ikut mengambil air. Setelah mengumpulkan cukup air, mereka melarikan diri. Mereka terus berjalan sampai Gwoza, kampung halaman Ibrahim.
Segera Ibrahim bertemu dengan suaminya, Ishaku, dan keluarga lainnya yang masih hidup. Mereka mencoba melarikan diri, tapi mereka masuk jebakan Boko Haram. Sekali lagi, Ibrahim harus berpisah kembali dengan suaminya dan masuk kamp tahanan lagi.
Di kamp itu, para perempuan digilir satu per satu untuk “dinikahi” oleh tentara Boko Haram.
Saat stok perempuan kain hari kian menipis, Ibrahim sadar gilirannya semakin dekat. Saat seorang tentara bernama Mohammadu memintanya menjadi pengantin, ia menolak, dan bilang bahwa dirinya sudah menikah.
Yang mengejutkan, tentara itu tidak memaksanya. Ia hanya bilang, “Saya tidak akan membawamu secara paksa karena saya sangat mencintaimu. Tapi tolong setidaknya pikirkan tawaran saya. Itu akan bagus untukmu.” Laki-laki itu terus meminta Ibrahim, tapi perempuan itu menolak.
Mohammadu memperingatkannya, “Jika kau tidak menikah denganku, setidaknya menikahlah dengan laki-laki lain. Tidak ada perempuan yang menolak yang dibiarkan hidup. Apakah kau mengerti?”
Akhirnya ia meyakinkan Mohammadu bahwa dirinya sedang hamil. Perutnya sudah mulai membesar. “Maukah kau membantuku?” tanya Ibrahim. Mohammadu lalu bilang, “Selama (salat) Tahajud, kalian tidak dijaga.”
(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)
Malam berikutnya, sekitar Oktober 2014, Ibrahim dan dua perempuan lain mengikuti anjuran Mohammadu. Mereka memanjat tembok kompleks selama salat Tahajud berlangsung.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR