Advertorial
Intisari-Online.com -Ibrahim yang saat itu masih 17 tahun baru saja hamil ketika gerilyawan Boko Haram menyerbu desanya pada musim panas 2014. Gerombolan itu menculik para wanita dan membantai para pria.
Ibrahim, yang lahir sebagai seorang Kristen, benar-benar tahu apa yang akan terjadi para perempuan yang sedang mengandung bayi.
Seorang perempuan lain yang ketahuan hamil langsung dilemparkan ke tanah oleh seorang tentara. Tak berhenti di situ, tentara itu juga memotong janinnya dengan sebuah golok—membiarkan perempuan itu tewas bersimbah darah.
Dalam buku A Gift From Darkness: How I Escaped with My Daughter from Boko Haram, Ibrahim, dibantu temannya yang seorang penulis, bercerita tentang penangkapannya oleh pasukan Boko Haram, juga keputusasaannya.
Ia juga bercerita bagaimana ia berjuang agar bayinya tetap hidup.
(Baca juga:Rusia Siapkan Pesawat Pengebom Nuklir Blackjack Senilai Rp3,5 Triliun, NATO dan AS pun Langsung Ketar-ketir)
Pada 2014, Boko Haram tiba-tiba dikenal dunia setelah menculik 276 siswi dari sebuah sekolah di timur laut Nigeria, yang akan dijadikan sebagai pengantin dan budak seks.
Saat Boko Haram datang ke desanya di Gwoza pada Juli 2014, Ibrahim sudah menikah dua kali setelah dijual oleh ayahnya demi seekor kambing dan seekor sapi.
Suami pertamanya meninggal di tangan militan Boko Haram setahun sebelumnya.
Ketika militan itu datang lagi, ia dijadikan satu dengan perempuan lainnya di sebuah perkemahan Boko Haram. Di sana mereka diperintahkan untuk masuk Islam oleh seorang pria yang dipercaya sebagai pemimpin tertinggi kelom itu: Abubakar Shekau.
Ketika Abubakar bertanya siapa di antara para perempuan itu yang mau masuk Islam, menurut Ibrahim, banyak yang bersedia. Tapi tidak dengan dirinya.
Dalam hatinya, Ibrahim mengutuk perempuan-perempuan itu yang begitu mudah melepaskan keimanannya. Beberapa hari kemudian, ia dan para perempuannya lainnya dipindahkan ke kamp lain. Di sana ia benar-benar menyaksikan kekejaman pasukan Boko Haram.
Suatu hari, seorang tentara Boko Haram melihatnya sedang berdoa dengan cara Kristen.
(Baca juga: Miris, Tentara Taliban Gunakan Balita Empat Tahun untuk Menyembunyikan Bom dalam Rangka Menyerang Afganistan)
Tak disangka, tentara itu menyuruhnya melanjutkannya. Ia bahkan menyuruh Ibrahim mendoakannya. Ternyata, tentara itu dulunya adalah seorang Kristen sebelum akhirnya masuk Islam untuk menghindari eksekusi. Ia juga tahu bahwa sebentar lagi dirinya akan dieksekusi.
Pada hari eksekusi, ia diperintahkan memimpin sekelompok perempuan untuk mengambil air di sungai terdekat. Tentara itu memanggil Ibrahim untuk ikut mengambil air. Setelah mengumpulkan cukup air, mereka melarikan diri. Mereka terus berjalan sampai Gwoza, kampung halaman Ibrahim.
Segera Ibrahim bertemu dengan suaminya, Ishaku, dan keluarga lainnya yang masih hidup. Mereka mencoba melarikan diri, tapi mereka masuk jebakan Boko Haram. Sekali lagi, Ibrahim harus berpisah kembali dengan suaminya dan masuk kamp tahanan lagi.
Di kamp itu, para perempuan digilir satu per satu untuk “dinikahi” oleh tentara Boko Haram.
Saat stok perempuan kain hari kian menipis, Ibrahim sadar gilirannya semakin dekat. Saat seorang tentara bernama Mohammadu memintanya menjadi pengantin, ia menolak, dan bilang bahwa dirinya sudah menikah.
Yang mengejutkan, tentara itu tidak memaksanya. Ia hanya bilang, “Saya tidak akan membawamu secara paksa karena saya sangat mencintaimu. Tapi tolong setidaknya pikirkan tawaran saya. Itu akan bagus untukmu.” Laki-laki itu terus meminta Ibrahim, tapi perempuan itu menolak.
Mohammadu memperingatkannya, “Jika kau tidak menikah denganku, setidaknya menikahlah dengan laki-laki lain. Tidak ada perempuan yang menolak yang dibiarkan hidup. Apakah kau mengerti?”
Akhirnya ia meyakinkan Mohammadu bahwa dirinya sedang hamil. Perutnya sudah mulai membesar. “Maukah kau membantuku?” tanya Ibrahim. Mohammadu lalu bilang, “Selama (salat) Tahajud, kalian tidak dijaga.”
(Baca juga:Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)
Malam berikutnya, sekitar Oktober 2014, Ibrahim dan dua perempuan lain mengikuti anjuran Mohammadu. Mereka memanjat tembok kompleks selama salat Tahajud berlangsung.
Mereka terus berjalan sepanang malam hingga mereka menemukan kamp pengungsian di seberang perbatasan di Kamerun. Ajaibnya, Ibrahim dipertemukan kembali dengan suaminya dan keluarganya lagi.
Ibrahim tinggal bersama suaminya selama di kamp pengungsian selama beberapa bulan, sebelum tempat itu diserang kembali oleh gerilyawan Boko Haram.
Suaminya lari meninggalkan Ibrahim yang sedang hamil tua. “Jaga anak kita,” ujarnya kepada Ibrahim yang bersembunyi sepanjang malam di kamp, di bawah selimut, dan saat pagi mendengar berita menyedihkan: suaminya dipenggal.
Dalam kesedihan itu, ia melahirkan bayi perempuan yang ia sebut sebagai “hadiah dari surga”. Bayi perempuan itu lantas diberi nama Gift.
(Baca juga:Arthur Boyt, Pria yang Memakan Daging Lumba-lumba untuk Makan Siangnya di Hari Natal)
Setelah Gift lahir, Ibrahim melanjutkan perjalanannya melarikan diri. Ia pergi ke Maiduguri, berharap bertemu dengan keluarganya yang masih selamat. Di Maiduguri, ia bertemu dengan seorang wartawan yang tinggal di Nigeria bernama Hoffmann. Kepadanya, Ibrahim memutuskan menceritakan kisahnya.
Ibrahim, yang kini 20 tahun, masih tinggal di komplek gereja di Maiduguri dan mengambil kelas menjahit dan menambah penghasilan. Putrinya, Gift, sekarang 2 tahun, dalam keadaan sehat walafiat.