(Baca juga: Israel Pindahkan Ibukota ke Yerusalem, Tugas Pasukan PBB Asal Indonesia pun Makin Berat)
"Pernah kami menunggu di pos pemeriksaan karena seorang tentara perempuan sedang membersihkan kuku dan kami harus menunggu sampai kuteksnya kering."
"Setiap saat harus ada rencana lain, kami juga melatih anak-anak supaya bisa melindungi diri."
Seorang wartawan The New York Times David Halbfinger yang menyusuri Yerusalem mengutip seorang warga Tomer Aser (35).
"Kami semua percaya ada sesuatu yang suci di kota ini, namun terlalu sulit," kata Aser.
"Rasanya seperti tinggal di penjara di sini. Orang sangat tegang. Dan rasanya terpisah. Anda harus tinggal dengan komunitas Israel atau komunitas Arab," katanya.
Halbfinger juga menulis, "Di satu jalan kecil menuju daerah Muslim, tiba-tiba muncul keributan. Pemukim Yahudi dari atap melempar telur ke arah warga Arab (Palestina) di bawah."
"Tiba-tiba terjadi saling injak. Tiga polisi perbatasan Israel dengan helm anti huru-hara lari mengejar seseorang. Tak lama kemudian pengejaran berakhir. Saat polisi selesai mengejar, seorang perempuan berteriak dalam bahasa Arab dan polisi menjawab makian."
Abeer Zayaab sendiri pernah ditahan setelah sebelumnya dipukul, dilepas jilbabnya dan dijambak pada 2014.
Tanpa ada alasan, saat ia tengah berjalan, tentara memukul leher dan kaki Abeer lalu menarik jilbabnya.
"Mereka menuduh saya menyerang tentara padahal saya tak berbuat apa pun dan saya sedang berjalan saat mereka menyerang saya. Mereka pukul leher dan kaki saya sampai terjatuh, dan tentara perempuan menyeret saya... saya dipukul dan ditendang dan diseret di jalan dan di tangga. Jilbab saya dilepas dan saya dijambak," cerita Abeer.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR