Semua leak menyembah kepada perwujudan Batari Durga. Orang yang menerapkan ilmu pangleyakan memang harus berhubungan dengannya. Barang siapa yang mau belajar pengiwa harus minta izin dulu, serta meminta pertolongan (nunas ica) dari batari tersebut.
Menurut Wolfgang Week, yang juga pernah meneliti leak, inti ajaran jalur kiri ada pada lontar "Durga Purana Tatwa".
Untuk menerapkan ajaran ini, pertama-tama orang harus menyerahkan diri kepada Batari Durga, sang penguasa dunia gelap. Pada malam hari, ia harus pergi ke kuburan dan mendirikan sanggah cucuk, tempat persembahan yang terbuat dari bambu dan ditancapkan di tanah.
Sesudah itu, dimulailah sebuah "upacara". Yang mau jadi leak berdiri di atas kaki kiri sambil membengkokkan kaki kanan sekitar 90°. Sesudah itu menari berkeliling sanggah cucuk sambil mengulangi terus posisi tersebut. Putaran semacam itu diulangi beberapa kali, menurut petunjuk gurunya.
Waktu dan jadwal menari untuk para calon leak ini berlainan,untuk setiap orang, tergantung pada otonan (hari pasaran kelahirannya). Proses ini juga dilakukan setiap kali akan berubah bentuk, namun tidak harus di kuburan.
Bisa di sawah atau di tepi kali, di tempat-tempat yang tenget atau angker (mengandung kekuatan supranatural yang negatif). Menurut Ngurah Harta, leak tingkat tinggi biasanya tidak harus mendirikan sanggah cucuk lagi, cukup dengan banten (persembahan atau sesajen) dan dupa.
Bisa diilmiahkan
Ada dua macam sarana berupa benda yang digunakan di luar dan di dalam rumah untuk menularkan ilmu pangleyakan kepada sisia. Sisia bukan sekadar murid yang belajar, namun juga menyerahkan jiwa dan raganya kepada guru. Sarana itu dapat berupa permata, mirah, emas, perak, tembaga, kertas (atau kain) bergambar tertentu (mererajahan).
Apabila digunakan di luar, sarana ini perlu dibungkus dengan kain merajah hitam. Sebelumnya, lidah orang itu dirajah (ditato) dengan aksara sungsang, yang mencerminkan kekuatan negatif.
Tato ini dapat juga ditorehkan pada kuku, gigi atau lainnya, dan menggunakan peralatan seperti keris, permata, atau benda lain, tergantung pada balian atau guru yang bersangkutan.
Sekalipun masih bisa dimungkinkan untuk menularkan ilmu ini kepada orang lain secara rahasia, ternyata ada juga yang tidak setuju dengan cara-cara rahasia ini, karena dianggap sebuah rekayasa agar ilmu yang bersangkutan tetap terpelihara di dalam komunitas kecil.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR