Intisari-online.com - Pengkhianatan adalah salah satu pengalaman paling sakit yang dapat dialami oleh manusia.
Mendapati bahwa seseorang yang begitu kita kasihi dan percayai mencurangi hidup kita, biasanya meninggalkan luka yang begitu berbekas dalam hati kita.
Ketika mendengar kata “khianat” kemungkinan besar kita berpikir soal “perselingkuhan”.
(Baca juga: Dendam Orang Kerdil yang Sudah Mati Karena Merasa Dikhianati)
Namun sebetulnya pengkhianatan dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Entah itu diabaikan, dijadikan bahan gosip, direndahkan, dibohongi, dll. juga termasuk dalam pengkhianatan.
Aspek yang menghancurkan, menurut laman Psychologytoday.com adalah, ketika kita dikhianati kita menjadi kehilangan kesadaran akan realitas yang nyata, Kita merasa kepercayaan kita yang utuh dan solid, runtuh seketika.
Kita merasa hancur dan mulai bertanya: mengapa? bagaimana hal ini bisa terjadi? mengapa ia tega melakukannya?
Rumitnya, ketika kita dikhianati, kita hanya diberikan dua pilihan untuk merespons: Menghadapi atau menghindari.
Ketika menghadapi, kita sering dihadapkan pada kebingungan.
Misalnya; haruskah aku memaafkan dia? Haruskah aku mengakhiri hubungan saja? Haruskah aku menunggu waktu untuk pulih dan membangun kembali rasa percaya itu padanya?
Misalnya, ketika pasangan berkhianat. Kita masih mencintainya dan si pasangan juga mengakui kesalahannya. Apa yang harus kita lakukan? Bagaimana jika ia berkhianat lagi setelah kita memaafkannya?
Nah, ketimbang berandai-andai dan bertindak gegabah. Sebaiknya kita memberi waktu untuk diri kita sendiri untuk merenungkan perasaan kita sendiri.
Sehingga dari situ kita bisa memahami respons apa yang seharusnya kita lakukan setelah pengkhianatan itu.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR