Advertorial
Intisari-Online.com - Sejak tahun 1956 atau bertepatan dengan berdirinya Penerbangan Angkatan Laut (Penerbal) kiprah para pilot tempur Penerbal telah mewarnai heroisme sejumlah pertempuran di tanah air.
Sepak terjang para pilot tempur Penerbal dalam berbagai misi tempur seperti Operasi Trikora, Operasi Dwikora, Opreasi Seroja, dan lainnya juga makin profesional kendati mereka harus kehilangan nyawa.
Pesawat-pesawat yang dioperasikan oleh para pilot Penerbal dalam beragam misi tempur antara lain Gannet, Casa 212, Heli Alloute II, Nomad N22/N 24. Heli Bolcow BO 105, Heli M-4, Dakota DC-3,Il-28 dan lainnya.
Selama melaksanakan misi penerbangan baik dalam latihan maupun pertempuran dari 12 IL 28 yang tergabung dalam Skadron 500, lima di antaranya mengalami kecelakaan (accident).
Satu pesawat mendarat darurat di Pantai Banyuwangi, Jawa Timur. Tiga awak IL28, Letnan Muda (LMU) Wulang Sutekowardi dan seorang navigator, Suyono berhasil mendarat selamat tapi pesawatnya rusak total.
Satu pesawat IL28 lainnya hilang dan tidak kembali ke pangkalan pada waktu latihan terbang navigasi di atas pulau Masalembo, Madura.
Ironisnya penerbang yang hilang di Masalembo adalah LMU Wulang yang pernah mendarat selamat di pantai.
Dua awak Il 28 yang hilang bersama LMU Wulang adalah navigator Gatot Mulyohadi dan operator senapan mesin di pesawat, Kopral Sudjati.
Kecelakaan berikutnya ketiga, keempat, dan kelima adalah kecelakaan saat mendarat .
Dua kali terjadi di Pangkalan Udara Kemayoran, Jakarta dan satu lagi terjadi di Pangkalan Udara Makassar, Sulawesi Selatan. Beruntung dalam tiga kecelakaan terakhir tidak terjadi korban jiwa.
Tapi pernah ada kecelakaan unik yang menimpa pesawat transpor C-47 milik Skadron Udara 600 yang mengalami insiden saat terbang di atas udara Kerawang, Jawa Barat dan bukan karena kerusakan mesin.
Tapi karena disuruh menunggu pesawat lain yang akan terbang.
Peristiwa yang berlangsung sekitar tahun 1968 itu terjadi ketika pesawat bermuatan penuh logistik itu dipiloti oleh Letkol Johan, berhasil melakukan pendaratan darurat di lokasi persawahan tanpa menimbulkan korban jiwa.
Insiden itu seharusnya tidak terjadi karena pesawat C-47 sebenarnya akan mendarat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Tapi waktu itu sedang ada Presiden Soeharto yang akan terbang menggunakan pesawat kepresidenan.
Dakota akhirnya disuruh menunggu sambil berputar-putar di udara (holding).
Namun, sampai bahan bakar hampir habis Dakota masih belum diijinkan turun di Halim.
Akhirnya bahan bakar Dakota benar-benar habis dan pilot memutuskan untuk mendarat darurat di persawahan yang ada di Kerawang dan ternyata berhasil serta tidak ada korban jiwa.
Pendaratan darurat itu bisa berhasil karena selain para pilotnya profesional dan kenyang dengan peristiwa pendaratan darurat, pesawat C-47 Dakota memang dirancang untuk bisa mendarat darurat dengan mesin dimatikan.