Advertorial
Intisari-Online.com – Karena tuntutan hidup tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebagian orang rela mengubah pola hidupnya sehingga mirip kalong. Bekerja pada malam hari dan istirahat ketika matahari bersinar.
Ini berbahaya bagi kesehatan. Tapi, jika tahu tips-tipsnya, risiko bahaya tersebut bisa dihilangkan.
Simak tulisan JB Satrio Nugroho berikut ini seperti pernah dimuat di Majalah Intisari Extra Bugar 2013.
Zaman sudah berubah. Jika dulu persepsi masyarakat tentang bekerja selalu berangkat pada pagi hari dan pulang menjelang petang, sekarang sudah tak begitu lagi.
Baca Juga : Sempatkan Tidur Siang Walau Sebentar, Manfaatnya Bisa Membuat Anda Bekerja Lebih Produktif dari Sebelumnya!
Demi mengikuti perkembangan industri yang berlari begitu kencang, beberapa profesi menuntut gaya bekerja mirip kelelawar. Berangkat petang, pulang dini hari.
Rutinitas atau gaya hidup seperti itu tentu mengundang tanya, terutama perihal kesehatan.
Apalagi berbagai penelitian menunjukkan, orang yang bekerja malam mempunyai risiko terserang penyakit lebih besar, sebut saja diabetes dan penyakit jantung.
Penyebabnya, apalagi kalau bukan pola tidur yang tidak tepat. “Kesehatan tidur bisa dibilang yang paling penting tapi juga paling diremehkan,” kata dr. Andreas Prasadja, RPSGT.
Saat ini Prasadja mengaku sedang memerangi stigma bahwa tidur identik dengan kemalasan. Pasalnya, kesehatan tidur menentukan kualitas hidup seseorang.
Baik kesehatan, kebugaran, produktivitas, maupun keselamatan.
Pada saat tidur, ujar Prasadja, tubuh aktif membenahi sel-sel yang rusak, mengeluarkan racun, dan memberi kesempatan kepada sistem imunitas untuk memproduksi hormon-hormon kekebalan tubuh.
Saking pentingnya tidur, Amnesty International bahkan menyebut pembatasan tidur sebagai bentuk penyiksaan. “Karena orang yang dibatasi tidurnya akan mengalami banyak gangguan. Mulai dari kesadaran yang hilang, organ tubuh yang rusak, dan kerusakan otak,” jelas Prasadja.
Social jetlag
Manusia mempunyai jam biologis yang sudah tersistem untuk mengatur kapan waktu lapar, mengantuk, buang air besar, dan lain sebagainya itu muncul. Misalnya, rasa kantuk.
Baca Juga : Pria Ini Minum Darah Kelelawar dan Urinnya Sendiri Demi Bertahan Hidup Selama 9 Hari di Gurun
Tubuh manusia sudah mendesain rasa ingin tidur mulai mucul ketika hari mulai gelap atau menginjak pukul 17.00.
Idealnya, ketika hari sudah mulai gelap manusia tidur selama empat jam.
Setelah itu bangun untuk beraktivitas sekitar satu hingga dua jam dan tidur lagi selama empat jam berikutnya.
Sayangnya, “Pergeseran waktu kerja karena revolusi industri membuat jam tidur manusia bergeser.
Ternyata, menurut penelitian, jam biologis manusia tidak ikut berevolusi mengikuti tuntutan sosial tersebut. Saya sebut ini sebagai social jetlag,” terang dr. Prasadja.
Ketidaksesuaian perkembangan sosial dengan kondisi tubuh manusia ini menghadirkan masalah baru di dunia kesehatan. Sebagai misal, sulit tidur (insomnia) atau malah sebaliknya yakni terlalu sering mengantuk (hypersomnia).
Baca Juga : Sering Insomnia, Tak Bertenaga, dan Sakit Kepala, Bisa Jadi Anda Kurang Mengonsumsi Nutrisi Ini
Siang seperti malam
Bekerja pada malam hari tidak diharamkan dengan syarat polanya teratur. Seperti misal, pekerja bar atau kafe yang memang baru buka pada malam hari.
“Siang hari dia selalu tidur, dan bekerja pada malam hari. Rutinitas seperti ini tidak masalah, asal caranya benar,” papar Prasadja.
Sementara bagi yang bekerja dengan sistem shift yang selalu berubah-ubah, Prasadja menjelaskan bahwa polanya harus diusahakan sesuai dengan jam biologis. Waktu kerja diatur berdasarkan arah jarum jam.
Baca Juga : Insomnia dan Susah Tidur Malam dengan Nyenyak? Ini Langkah-langkah yang Harus Anda Lakukan
Sebagai contoh, tiga shift 2-2 yang dibagi menjadi shift dua hari pagi, dua hari sore, dua hari malam, dua hari libur.
Jika urutan dan keteraturan seperti itu dijaga, efek buruk bekerja malam bagi kesehatan bisa diminimalisasi.
Sebaliknya bagi mereka yang waktu kerjanya tidak teratur. Contoh kasus bekerja dari pagi sampai sore, hari berikutnya dari pagi sampai pagi lagi, hari selanjutnya dari malam sampai siang.
Ketidakteraturan seperti ini dipastikan akan mengganggu pola tidur. Implikasinya jelas, yakni berbahaya bagi kesehatan.
“Daya tahan tubuh manusia hanya bekerja pada saat tidur. Tidak peduli berapa banyak vitamin yang dikonsumsi, kalau tidak tidur, daya tahan tubuh tidak bekerja,” Prasadja menerangkan.
Jika daya tahan tubuh tidak bekerja, berbagai virus dan penyakit leluasa masuk ke tubuh.
Baca Juga : Punya Masalah Sembelit atau Insomnia? Kena Tidak Coba Tumis Kangkung Siang Ini
Bagi para pekerja malam, Prasadja mempunyai tips untuk menjaga kesehatan. Kuncinya adalah jam biologis dan cahaya.
Dua hal ini berhubungan dengan pola dan cara tidur.
Tidak masalah tidur pada siang hari asal polanya rutin. Karena jam biologis peka terhadap cahaya, maka diusahakan kondisi lingkungan dibuat mirip seperti malam hari.
“Mulai dari pulang kerja pada pagi atau siang, pakai kacamata gelap selebar mungkin. Sampai di rumah, usahakan ruangan segelap mungkin. Pakai earplug untuk menangkal suara-suara dari luar yang bisa mengganggu,” papar Prasadja.
Utang tidur
Beberapa orang punya kebiasaan begadang dan baru bisa terlelap setelah pukul 03.00. Jika belum lewat waktu tersebut, benar-benar tidak bisa tidur. Berbahayakah?
Dengan tegas Prasadja berkata tidak. Tapi dengan syarat, rutin dilakukan. “Juga jangan bangun terlalu dini; yang penting tidur cukup,” papar Prasadja.
Jika ingin menormalkan pola tidur yang terlanjur “salah”, saran Prasadja jangan langung memulai tidur pada pukul 22.00.
Sebaiknya jam tidur dimajukan sedikit demi sedikit. Misal, dimajukan 15 menit lebih awal. Kalau sudah bisa, majukan 15 menit lagi, begitu seterusnya.
Kebiasaan lain yang kerap dilakukan sebagian orang adalah “balas dendam” terhadap utang tidur setelah beberapa hari kurang tidur. Secara teori, hal tersebut bisa dilakukan.
“Coba dihitung, misalnya dalam lima hari utang tidur empat jam tiap harinya. Maka dia harus tidur selama 5x4 jam, yaitu 20 jam,” Prasadja memberi contoh.
Pada praktiknya, utang itu tidak akan pernah terbayarkan, karena sulit untuk bisa tidur selama itu. Wajar setelah membayar utang tidur, ketika bangun orang tersebut malah pusing. “Itu karena utangnya kebanyakan,” lanjut Prasadja.
Sebaiknya, kesalahan terhadap tubuh yang telah berlalu dilupakan karena sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Yang lebih utama justru membenahi pola tidur ke depan.
“Karena otak yang rusak sudah tidak bisa diperbaiki. Yang bisa dilakukan adalah menjaga agar kerusakannya tidak semakin parah,” tegas Prasadja.
Baca Juga : Muncul Lebam Tiba-tiba Saat Bangun Tidur? Waspada, Bisa Jadi Tanda Penyakit Berbahaya
Caranya cuma satu: tidur cukup dan teratur!
Jangan minum kopi saat ngantuk
Bagi yang kerap minum kopi dengan tujuan untuk menetralisasi kantuk dan menyegarkan tubuh, sebaiknya segera mengubah cara pandang tersebut.
Dr. Prasadja mengingatkan bahwa kafein hanya menghambat kantuk, namun otak tetap saja lelah. Jika lelah dan ngantuk, obatnya hanya satu, yakni tidur.
Baca Juga : Ternyata Efek Minum Kopi Berbeda Tiap Orang, Begini Penjelasannya!
Dr. Prasadja mengingatkan para pekerja malam yang terbiasa minum kopi untuk membuang kantuk. “Jangan minum kopi pada saat ngantuk!” tegas Prasadja.
Waktu minum kopi harus disesuaikan dengan rencana tidur.
Jika ingin tidur pukul delapan pagi, berarti waktu terakhir mengonsumsi kopi adalah pukul delapan sampai sembilan malam.
Pasalnya, kafein mempunyai efek selama 9-12 jam. Dan, efek kafein mulai bekerja setelah 30 menit diminum.
“Maka kalau kerja shift malam, jangan minum kopi pukul dua atau tiga pagi, karena itu baru ngantuk-ngantuknya. Minumlah sebelum kerja shift, misalnya pukul sembilan malam,” dr. Prasadja menerangkan.
Hal sebaiknya dilakukan supaya pola tidur tidak terganggu: bisa terjaga di malam hari dan pada pagi harinya bisa tidur.
Baca Juga : Mengapa Minum Kopi Membuat Kita Sering Kali Buang Air Besar?
Momok pekerja malam
Inilah lima ancaman yang mengintai para pekerja shift, seperti dikutip dari besthealthmag.ca.
Pola tidur berantakan. Sepuluh persen dari pekerja shift mengalami masalah tidur, termasuk insomnia, hipersomnia, dan sulit untuk tetap terjaga pada jam kerja.
Cara mengatasinya adalah dengan menggantikan waktu tidur malam Anda dengan tidur di siang hari —tidak peduli waktu Anda bersama keluarga menjadi kurang.
Berat badan meningkat. Bekerja pada malam hari akan meningkatkan konsumsi makanan berkalori tinggi. Berat badan yang berlebih memicu masalah kesehatan, seperti penyakit jantung, diabetes, dan kanker.
Tapi problem ini bisa diatasi denganmembawa makanan dari rumah dan menghindari jajan.
Baca Juga : Punya Beban Lebih Berat, Mungkinkah Ibu Hamil Bekerja pada Shift Malam?
Risiko keselamatan kerja. Risiko kecelakaan kerja bagi pekerja malam 50% lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja pagi.
Cara mengatasinya adalah dengan menyediakan rekan kerja ketika Anda melakukan pekerjaan berisiko. Ketika lelah, istirahat dulu.
Masalah kehamilan meningkat.Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pekerja malam berisiko keguguran 85% lebih tinggi daripada pekerja pagi.
Selain itu, bekerja malam rentan dengan risiko kelahiran dini dan berat bayi di bawah normal.
Cara mengatasinya adalah dengan cukup tidur ketika Anda sedang hamil.
Periksakan ke dokter jika mengalami masalah tidur.
Risiko kanker meningkat. Menurut penelitian, pekerja malam berisiko lebih tinggi mengidap kanker payudara, usus besar, dan endometrium.
Hal itu terkait dengan tingkat melatonin dalam tubuh.
Cara mengatasinya adalah dengan konsultasi ke dokter.
Baca Juga : 'Shift' Malam Lebih Mengancam Kesehatan Pekerja Wanita Dibandingkan Pria