Advertorial

Sedang Mampir ke Bogor, Jangan Lupa Icipi Laksa Bogor Tradisional Kampung Cingcau

Ade Sulaeman

Editor

Penggunaan bahan oncom dalam kuah laksa menjadi tanda keotentikannya sebagai makanan dari ranah Pasundan, di mana oncom punya peranan p enting di dapur.
Penggunaan bahan oncom dalam kuah laksa menjadi tanda keotentikannya sebagai makanan dari ranah Pasundan, di mana oncom punya peranan p enting di dapur.

Intisari-Online.com – Dalam urusan laksa, laksa bogor memang tiada duanya.

Penggunaan bahan oncom dalam kuah laksa menjadi tanda keotentikannya sebagai makanan dari ranah Pasundan, di mana oncom punya peranan p enting di dapur.

Jajanan khas Kota Hujan dengan penampilan yang begitu bersahaja itu kini biasa ditampilkan di acara resepsi perkawinan di gedung mewah.

“Biasanya diborong seratus porsi sekaligus. Kebanyakan pada kepengen nostalgia sama jajanan Bogor,” kata Mang Ace, penjual laksa yang sehari-hari mangkal di depan Gedung Swalayan Grand, Bogor.

Mang Ace adalah anak dari Hasyim atau yang biasa disapa Mang Ocim, perintis Laksa Kampung Cingcau yang tersohor di Kota Bogor.

Kelezatan Laksa Kampung Cingcau sudah melegenda sejak tahun 1950-an. Saat itu Mang Ocim mulai berdagang laksa berkeliling dengan membawa pikulan kayu.

Beberapa tahun kemudian ia membuat semacam tempat sederhana yang menempel di dinding pagar toko, di depan bioskop Ranggagading sebagai tempat berjualan laksa.

Pada waktu itu, daerah Ranggagading ini merupakan sentra kegiatan warga Bogor.

Di situ terdapat Sekolah Kesatuan, Bioskop Ranggagading (lebih dikenal dengan Bioskop City), restoran dan tempat makan, serta pusat perdagangan.

Ciri khas wilayah yang ramai dan bergengsi.

Setelah beberapa puluh tahun berlalu, daerah Kesatuan mulai sepi ditinggalkan penghuninya.

Namun, Mang Ocim tetap setia dan tidak beringsut meninggalkan Jl. Ranggagading sampai kini.

Para pelanggan pun tetap setia mengunjungi warung laksa yang kini dijaga oleh Mang Ace ini.

“Kebanyakan yang datang makan ke sini encik-encik yang pantang makan daging. Mereka bilang laksa saya itu cia cai,” kisah Mang Ace.

Cia cai artinya makan sayur saja alias vegetarian.

Menyantap semangkuk laksa ini serasa sedang menikmati kenangan indah Kota Bogor di masa lalu.

Peralatan masak, cara meracik, dan penyajiannya masih mempertahankan gaya lama.

Sangat tradisional. Meski ada pisau, Mang Ace tetap memanfaatkan seutas benang untuk memotong telur rebus yang sudah dikupas kulitnya.

Untuk memanaskan kuah laksa, Mang Ace masih menggunakan tungku dengan bara kayu bakar.

Aroma asap dari tungku inilah yang membuat kuah laksa menjadi lebih sedap.

Bahan-bahan laksa pun dipilih dengan teliti. Oncom merah yang dipakai sebagai campuran laksa harus yang bagus dan masih segar.

Tandanya, warna oncom kemerahan cerah dan kering.

Semangkuk laksa berisi lontong, bihun, oncom merah yang diremas kasar, tahu, telur rebus, dan daun kemangi.

Atasnya disiram dengan kuah santan pekat berwarna kuning yang panas.

Dari uapnya tercium aroma gurih yang sangat memikat. Daun kemangi yang semula segar, menjadi layu terkena siraman kuah laksa.

Akibatnya, aroma alami daun kemangi larut ke dalam kuah. Benar-benar lezat. Laksa yang murah ini banyak digemari para “turis dadakan” dari Jakarta.

Yang lucu, kalau tangan kita kepanasan saat memegang mangkuk berisi laksa, kita bukannya diberi serbet untuk menahan panas, tapi daun pisang yang dilipat-lipat hingga tebal. Unikjuga ya? (Fay/Ron)

Laksa Kampung Cingcau, Kesatuan Bogor: Jln. Ranggagading (seberang sekolah Kesatuan), Bogor.

(Seperti pernah dimuat di Buku Wisata Jajan Jabodetabek – Intisari )

Artikel Terkait