Advertorial

Jika di Indonesia yang Diberantas adalah Kemiskinan, di Singapura yang Diperangi adalah Kesombongan

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com – Entah apakah orang sok gengsi identik dengan kata Inggris "snob", namun itulah yang menjadi topik Sunday Times pertengahan bulan Juli 1980.

Dalam penerbitannya tanggal 13 Juli 1980 itu ia mengutip ucapan dari wakil PM Goh Keng Swee yang mengatakan, "Orang tidak perlu malu memiliki Mercedes, kalau ia memang cukup kaya untuk membelinya. Tetapi janganlah memamerkan kekayaan secara menyolok."

Lalu di situ juga diminta agar para pembacanya menulis apa yang dianggap snob di Singapura.

Temyata mereka mendapat lebih dari 280 surat. Salah satu yang dimuat ialah dari Marcia Valente yang berusia 13 tahun.

Tulisnya: Setiap hari seorang murid dari sekolah saya mengenakan kalung safir ke sekolah.

Suatu hari saya bertanya mengapa ia mengenakan barang berharga seperti itu setiap hari. Apakah ia tidak takut hilang atau dicuri.

Jawabnya : Mengapa saya harus takut. Saya cukup kaya untuk membeli 50 safir seperti ini.

Kalau dia sudah begitu, bagaimana orang tuanya?

Surat lain datang dari N. Sivarajah. Tulisnya: Saya melihat "snobbery" di antara pegawai negeri.

Di sana pegawai tinggi sangat sadar status. Orang yang ingin bicara langsung dengan mereka ditolak. Orang hanya bisa bertemu dengan asistennya.

(Baca juga: Saat Lee Kuan Yew yang Berhasil Tingkatkan Kemakmuran Singapura Kembali ke Keluarga dan Mempersiapkan Penggantinya)

Pegawai staf dari perusahaan swasta juga tidak mau makan di kantin, tetapi pergi ke restoran di luar.

Mungkin karena mereka takut gengsinya akan turun kalau ke kantin bersama dengan bawahannya.

Rumah tinggal diperbarui supaya jangan kalah dengan tetangga. Penghuninya biasanya juga sering pesta untuk merayakan hal yang kecil-kecil.

Di hotel-hotel fasilitas ditambah hanya untuk mereka yang bersedia membayar banyak.

Tempat seperti itu segera menjadi tempat untuk orang-orang yang ingin memamerkan kekayaannya.

(Baca juga: Saat Perang Dunia II, Singapura Pernah Jadi Ajang Pembantaian dengan Korban Puluhan Ribu Orang )

Daftar ini bisa disambung terus.

Menurut Sunday Times ada lima jenis snob:

Snob kekayaan ialah mereka yang suka yang serba mahal: mobil, pakaian, sepatu, tas. Biasanya mereknya jelas tampak.

Mereka juga haus pujian, terutama tentang kekayaannya! Mereka sering mengatakan: Saya mempunyai demikian banyak uang, tetapi tidak tahu untuk apa.

Tahu arloji saya ini merek apa? Lalu mereka menyebut merek yang sudah tidak diragukan harganya.

Snob kultural ialah mereka yang bicara mengenai seni, drama atau musik, tanpa menghayatinya betul-betul. Seleranya tinggi, tindak tanduknya dibuat-buat.

Orang yang apresiasi kebudayaannya dianggap kurang, akan dijauhi.

Snob pendidikan tinggi tidak menyolok seperti snob yang lain. Mereka jarang tampak di luar lingkungan sosialnya sendiri.

Mereka bangga dengan gelarnya, berpikiran picik, tidak mau meneruskan pengetahuannya, kaku dan dingin dalam hubungannya dengan orang lain.

Snob eksekutif ialah orang yang sulit ditemui orang yang kedudukannya lebih rendah, biarpun ia di tempat dan ada waktu.

Mereka sulit diteleppn dan tidak pernah menelepon kembali walaupun diminta.

Snob imitasi ialah orang yang tidak mau kalah dengan snob-snob jenis lain: Pada dasarnya mereka tidak merasa puas, kaya dan tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri.

Sikap sok gengsi itu hanya untuk menutupi kemiskinnan dan kompleks rendah dirinya.

Bukankah orang yang tidak memerlukan penghargaan dan pujian itu kaya, serta orang yang masih memerlukannya pada dasarnya hanya seorang pengemis dalam hati, tulis Sunday Times.

Rasanya sentilan ini berlaku universal.

(Intisari September 1980)

Artikel Terkait