Saat Perang Dunia II, Singapura Pernah Jadi Ajang Pembantaian dengan Korban Puluhan Ribu Orang

Ade Sulaeman

Editor

Gambaran kekejaman pasukan Jepang
Gambaran kekejaman pasukan Jepang

Intisari-Online.com - Pada awal PD II pasukan Jepang merupakan pasukan yang tangguh sekaligus kejam dan selalu memenangkan peperangan.

Setelah berhasil menguasai Malaysia (Malaya), pada awal Februari 1942, pasukan Jepang meneruskan invasinya ke sasaran berikutnya, Singapura.

Pada saat itu, Singapura merupakan markas besar komando Sekutu, Amerika, Inggris, Australia, dan Belanda yang bertugas mengendalikan pasukan di wilayah Asia Tenggara.

Komandan pasukan gabungan Sekutu di Singapura dipegang oleh perwira tinggi Inggris, Letnan Jenderal Arthur Percival dan sejumlah staf komando seperti Mayor Jenderal Gordon Bennet dan Mayor Jenderal Lewis Heath..

Seluruh pasukan Sekutu yang terdiri dari pasukan Inggris, India, dan Australia berjumlah 85.000 atau lebih dari empat divisi serta dalam kondisi siap tempur.

(Baca juga: Lee Kuan Yew: Komunis di Singapura Tumbang karena Rakyat Butuh Kesejahteraan, Bukan Slogan dan Pidato)

Kendati Jenderal Percival telah menyiapkan pertahanan yang memadai untuk menghadapi pasukan Jepang, ia tak yakin jika pasukan Jepang yang dianggapnya masih primitif sanggup mendarat di Singapura.

Untuk memperkuat pertahanan lautnya, Percival mendapat bantuan pasukan baru dari Inggris yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Merton Backwith Smith, British 18th Infantry Division.

Kendati merupakan pasukan yang segar bugar dan bersenjata lengkap, pasukan yang baru tiba itu masih kurang pengalaman perang.

Seluruh kekuatan pasukan Sekutu digelar secara pararel untuk menghadapi serbuan Jepang.

Sebelah Barat Singapura dipertahankan oleh dua brigade pasukan Australia dari Australian 8th Division dan 44th Indian Brigade serta dipimpin oleh Mayjen Bennet.

(Baca juga: Lee Kuan Yew: Kebangkitan Ekonomi Singapura Dimulai dari Keputusan untuk Tidak Memindahkan Patung Stamford Raffles)

Posisi Timur Laut Singapura diperkuat oleh pasukan Indian III Corps, Indian 11th Infantry Division, British 18th Division, 15th Indian Brigade dan dipimpin oleh Mayjen Lewis Heath.

Sedangkan posisi sebelah tenggara Singapura, dipertahankan oleh Mayjen Frank Keith Simon dan kekuatannya terdiri dari 18 batalyon seperti Malayan 1st Infantry Brigade, Indian 12th Infantry Brigade, Straits Settlements Volunteer Force, dan lainnya.

Sementara itu pasukan Jepang yang dipimpin Jenderal Tomoyuki Yamashita telah memusatkan seluruh kekuatannya yang terdiri dari 30.000 pasukan di Johor, Malaysia dan tinggal menunggu perintah menggempur.

Dari pengamatan langsung oleh tim pengintai dan mata-mata Jepang, Jenderal Yamashita lalu memutuskan untuk memulai serbuan dengan gempuran tembakan meriam secara massif.

Tembakan meriam yang jumlahnya ribuan itu dimuntahkanan terus-menerus selama tiga hari lalu disusul dengan serangan udara.

(Baca juga: Lee Kuan Yew: Singapura Memilih Merdeka, karena Malaysia Hanya Ingin Dikuasai Suku Melayu)

Posisi meriam-meriam Jepang yang berada di ketinggian membuat alur tembakannya lebih akurat dan jauh jangkauannya.

Gempuran Jepang dibalas oleh meriam pertahanan pantai Singapura yang sangat terkenal karena memiliki dua sampai tiga moncong meriam sekaligus dan berkaliber 15 inchi.

Tapi meriam-meriam Sekutu ternyata tak mampu menjangkau posisi pasukan Jepang.

Bahkan meriam 15 inchi yang disiapkan untuk menghantam kapal perang itu mengalami kesulitan ketika yang harus dihadapi adalah gempuran pesawat tempur.

Gempuran meriam dan bom yang berlangsung satu minggu itu membuat pertahanan pantai pasukan Sekutu porak-poranda.

Setelah yakin posisi pertahanan musuh melemah, Jenderal Yamashita pun memerintahkan pasukannya untuk segera melancarkan pendaratan amfibi.

Serangan darat Jepang mendapat perlindungan dari pesawat-pesawat tempur yang kualitasnya lebih tangguh dibandingkan pesawat tempur yang dimiliki Sekutu, A6M Zero.

Dalam dog fight di udara pesawat tempur Sekutu, Hawker Hurricane tak sanggup menghadapi kecepatan dan maneuver Zero yang lebih tangguh.

Pada operasi pendaratan yang berlangsung pada 8 Februari 1942 di Sarimbun Beach kendati mendapat perlawanan sengit dari pasukan gabungan Austalia, pasukan Jepang akhirnya sukses mendarat.

Pasukan Australia, khususnya dari 18th Infantry Battalion yang susah payah bertahan terpaksa mundur mengingat sebagain besar prajuritnya sudah gugur.

Pada hari kedua, pasukan Jepang mencoba mendaratkan pasukan di sisi selatan Singapura.

Pendaratan pasukan Jepang di wilayah Jurong Line ini ternyata menghadapi perlawanan sengit dari pasukan Indian 44th Brigade sehingga gerak maju pasukan Jepang bisa dihambat.

Serangan yang didominasi oleh mortir Sekutu berhasil menimbulkan korban banyak di pihak Jepang.

Tapi sejumlah kecil pasukan Jepang yang berhasil mendarat secara perlahan mulai membangun tumpuan

Tak lama kemudian pasukan Jepang sukses menguasai kawasan Kranji yang telah ditinggalkan oleh satu brigade pasukan Inggris.

Jatuhnya Kranji membuat pasukan Jepang mengalir deras ke Singapura. Pasukan Jepang yang didominasi oleh senjata berat seperti tank dengan cepat menerjang maju hingga kawasan Woodland Road.

Sementara itu, kawasan Jurong yang dipertahankan oleh pasukan India pun jatuh ke tangan Jepang.

Tapi untuk mendobrak pusat kota Singapura, gerak maju pasukan Jepang masih terhambat oleh pertahanan pasukan gabungan Sekutu.

Melihat gerak maju yang lamban itu, Yamashita kemudian mengerahkan kekuatan yang lebih besar sehingga pertahanan pasukan Sekutu pun mulai bisa ditembus.

Dalam pertempuran yang berlangsung pada tanggal 11 Februari, pasukan Jepang berhasil menguasai kawasan Bukit Timah Area yang merupakan depot amunisi dan logistik bagi Sekutu.

Situasi ini membuat pasukan Sekutu makin terjepit dan mulai kehabisan amunisi dan logistik terutama suplai air.

Mujur datang bantuan dari Malayan 1st Brigade yang kemudian terlibat pertempuran sengit di kawasan Pasir Panjang selama dua hari.

Namun, bantuan pasukan Malaya akhirnya berhasil dilibas Jepang. Komandan Malayan 1st Brigade, Letnan Adan Bin Saidi bahkan langsung dieksekusi oleh Jepang ketika bermaskud menyerah.

Dalam situasi terdesak itu, PM Inggris Wiston Churchil, memberi perintah kepada Jenderal Percival untuk segera menyelamatkan kekuatan udara RAF ke Hindia Belanda (Indonesia).

Churchil juga memerintahkan agar semua pasukan Sekutu, terutama Inggris memberikan perlawan maksimal kepada pasukan Jepang.

Churchil bahkan mengirim telegram agar pasukan Inggris bertempur sampai prajurit terakhir.

Namun, ketika posisi pasukan Sekutu dan penduduk sipil Singapura betul-betul makin terancam, para staf Jenderal Percival menyarankan untuk menyerah kalah.

Ketika pada tanggal 14 Februari pasukan Jepang memasuki pusat kota Singapura dan menunjukkan kekejaman dengan cara membantai pasien dan perawat di Alexandra Barrack Hospital, horor pembunuhan itu makin membuat pasukan Sekutu ketakutan.

Pada tanggal 15 Februari, serbuan pasukan Jepang benar-benar tak bisa dibendung.

Pasukan Sekutu yang bertahan di Fort Canning dan kehabisan amuniasi artleri udara akhirnya memutuskan untuk menyerah.

Jenderal Percival lalu mengirim utusan ke markas komando Yamashita. Tapi utusan Percival disuruh balik dan Yamashita menghendaki kehadiran langsung Percival.

Sebagai pihak yang kalah dan tak memiliki pilihan, Percival akhirnya memenuhi semua keinginan Yamashita dan menandatangai penyerahan tanpa syarat pasukan Sekutu di Cathay Building, Singapura.

Tokyo yang bangga atas kekalahan pasukan Sekutu lalu memberi mandat kepada Yamashita untuk sepenuhnya menentukan hidup mati tawanan Sekutu dan penduduk sipil lainnya.

Inisiatif penyerahan diri pasukan Sekutu yang dilakukan Jenderal Percival sebenarnya bertujuan agar Jepang memperlakuakn tawanan secara manusiawi.

Namun, tawanan pasukan Sekutu yang jumlahnya lebih dari 50.000 itu ternyata mendapat perlakuan yang sangat bururk dari pasukan Jepang.

Para tawanan dikumpulkan di penjara Changi tanpa fasilitas yang memadai. Mereka dibiarkan kelaparan dan kepanasan di bawah terik matahari.

Sebagian besar tawanan dikirim Borneo dan Burma untuk menjalani kerja paksa. Puluhan ribu di antarnya tewas karena kelaparan, penyakit, dan eksekusi.

Ironisnya, sekitar 30.000 pasukan Sekutu dari India berhasil dibujuk dan bergabung dengan Jepang. Mereka kemudian turut bertempur di berbagai medan di kawasan Asia, khususnya Burma.

Penduduk Singapura dari etnis China juga mendapat perlakuan biadab. Etnis China Singapura yang selama ini membantu saudara-saudara memerangi pasukan Jepang di China banyak sekali yang ditangkap dan dieksekusi tentara Jepang.

Salah satu ambisi Jepang menguasai Singapura memang bertujuan untuk melancarkan balas dendam terhadap etnis China.

Akibat aksi balas dendam itu korban yang jatuh pun makin menjadi-jadi. Sekitar 5000 penduduk sipil etnis China dibantai oleh pasukan Jepang.

Artikel Terkait