Militer AS dan CIA yang kemudian mengetahui bahwa dalang di balik aksi teror adalah kelompok Al-Qaeda yang berbasis di Afghanistan, segera melancarkan serangan balasan.
Pada bulan Oktober, pasukan AS dibantu para sekutunya seperti Inggris, Kanada, dan sejumlah negara NATO melancarkan serangan besar-besaran dan berhasil menumbangkan pemerintahan Taliban.
(Baca juga: Sofyan Tsauri, Eks Anggota Al-Qaeda yang Mengaku Pernah Sengaja Ditabrak Anggota Densus 88 di Pasar Rebo)
Namun gerilyawan Taliban dan kelompok Al Qaeda pimpinan Osama Bin Laden terus melanjutkan perlawanan di gunung-gunung hingga saat ini.
Mereka bahkan punya basis yang aman (save haven) di perbatasan Pakistan-Afghanistan yang secara hukum dikuasai oleh suku-suku setempat.
Para agen CIA yang diterjunkan menjadi ujung tombak untuk meringkus tokoh teroris yang paling mereka cari, Osama Bin Laden dan para stafnya.
Misi berat yang dipikul CIA itu, kemudian meluas menjadi perang melawan aksi teror di seluruh dunia.
Osama Bin Laden akhirnya berhasil dibunuh pasukan AS di Pakistan pada 2 Mei 2011.
Tapi setelah 5 tahun Osama terbunuh aksi terorisme ternyata tidak pernah berhenti apalagi ketika kelompok teroris ISIS muncul pada tahun 2014 dan terus melancarkan teror di berbagai negara hingga saat ini.
ISIS sendiri muncul darii akibat konflk Irak-Suriah yang ternyata tidak bisa dikendalikan oleh militer AS sehingga menciptakan front pertempuran melawan terorisme yang baru.
(baca juga: Puluhan Tahun Jadi Korban Perang, Para Wanita Cantik Suku Kurdi Ini Sukses Jadi Ujung Tombak Melawan ISIS)
Militer AS dan CIA pun makin kewalahan menghadapi perang melawan terorisme, perang yang sesungguhnya telah diciptakan oleh militer AS dan CIA sendiri.
Perang yang telah mengakibatkan lebih dari 7000 personel militer AS gugur dan puluhan ribu lainnya luka-luka.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR