Intisari-online.com – Gunung Pancar, Sentul menjadi salah satu tempat rekreasi pilihan orang perkotaan seperti Jakarta.
Kita bisa lari dari kepenatan hidup perkotaan, menghirup udara segar yang diberikan oleh alam.
Beragam aktivitas bisa dilakukan di daerah penuh pohon pinus ini, sebut saja berkemah, tamasya, bersepeda, hingga bersantai. Nah bila di wilayah ini diadakan konser, apa jadinya?
Melodi Alam, sebuah acara yang diselenggarakan oleh Infia di tanggal 06-07 Mei 2017 mencoba mewujudkannya.
Lengkap dengan panggung, sistem pengeras suara, dan 10 band yang meneriakkan karyanya masing-masing di tengah hutan.
(Baca juga:Inilah Alasan Kenapa Menghabiskan Waktu di Alam Bebas Bisa Menurunkan Tingkat Stres)
Alam bebas memiliki manfaat bagi manusia, termasuk hutan pinus yang mengelilingi Gunung Pancar.
Sebuah riset bertajuk "Influence of Forest Therapy on Cardiovascular Relaxation in Young Adults" di tahun 2014 karya Juyoung Lee menyebutkan bahwa alam atau ruang terbuka hijau di kota dapat membuat kita lebih rileks,mengurangi stres, dan mengatasi kecemasan.
Berjalan di hutan pun memiliki khasiat yang luar biasa pada psikologi manusia.
Dibandingkan di kota tingkat stres jauh lebih rendah dan jantung pun semakin sehat apabila kita menghabiskan waktu di alam apalagi sambil berolahraga.
Bahkan sekadar melihat alam dengan keasriannya pun memiliki manfaat bagi kita.
Hal ini ditemukan oleh Roger Ulrich beserta peneliti lain asal Texas A&M University yang membuat penelitian di Journal of Enviromental Psyhcology pada tahun 1991.
Dalam risetnya manusia diuji dengan menonton film yang mengurangi stres. Saat menunjukkan adegan-adegan penuh alam tingak stres orang-orang ini pulih lebih cepat dibandingkan orang yang diberikan video berlatar perkotaan.
(Baca juga:Membaca Cerita Ramayana Melalui Relief Candi Penataran, Sssttt… Jangan Salah Arah, Ya!)
Jadi saat kita terekspos oleh alam, otak akan mencerna dengan baik. Sekadar melihat video, jendela luar, taman, atau bahkan hutan pinus di Gunung Pancar akan membuat kita nyaman dan mengurangi stres.
Menonton musik dari hammock
Mobil SUV merah mengantar saya menuju tempat dimana Melodi Alam diselenggarakan. Hujan, musik, dan pepohonan yang mulai terlihat di tol menyambut Sabtu sore.
Sampai disana waktu menunjukkan sekitarjam 20.00, kebetulan hujan pun telah berhenti.
Gelap malam menyelimuti dan suara musik mulai terdengar saat mobil saya dan kawan-kawan akhirnya mendapatkan parkir.
Jalanan becek, lumpur dimana-mana, tetapi penonton masih terpuaskan karena melihat para band yang bermain dan "berbagi" di panggung.
Beberapa penonton berdiri di belakang atau pinggir, tapi mayoritas lebih memilih duduk dengan sebuah alas.
Mungkin yang paling menarik adalah area hammock yang mengarah ke panggung. Tidak sedikit pengunjung yang bersantai, baik duduk atau tidur di kasur gantung tersebut sambil menikmati musik.
The Trees and The Wild memainkan lagu terakhirnya yang bertajuk Empati Tamako saat saya akhirnya memberikan perhatian penuh di acara Melodi Alam ini.
Energi membangkitkan penonton yang terlihat dari wajah-wajah antusias. Memejamkan mata hingga fokus ke arah performa progresif band tersebut di antara pepohonan.
(Baca juga:Hore ... Kebun Bunga Amaryllis Patuk Gunungkidul Berbunga Lagi!)
Tidak bisa dipungkiri bahwa cuaca seakan menghambat konser dengan hadirnya hujan. Alhasil rundown menjadi tidak sesuai dan sebuah band bernama Tigapagi menjadi salah satu yang saya anggap harus berkorban.
Mereka hanya memainkan dua lagu karena mungkin permasalahan waktu. Akan tetapi vokal, senar, cello, hingga alat tiup berupa suling berhasil menghangatkan para penonton setia.
Beberapa stand berbentuk kerucut berjejer di bagian kanan panggung. Saya mencoba kopi tubruk Bogor yang disajikan oleh Keuken Koffie. Hitam, panas, cukup sesuai untuk musik folk atau rakyat.
Sambil berdiri di kerumunan, kopi di tangan kanan, dan kamera analog Minolta menggantung di leher, saya menikmati band Dialog Dini Hari dengan gembira.
Di sela-sela acara saya menyeruput kopi, mengabadikan momen, dan melihat pohon-pohon pinus tinggi yang memberikan ketenangan.
Akhirnya acara ditutup oleh Float, sebuah grup musik yang dikenal karena mengisi semua soundtrack film 3 Hari Untuk Selamanya (2007). Penonton ikut bernyanyi merdu, terutama saat lagu Pulang dan 3 Hari Untuk Selamanya.
(Baca juga:MotoGP Sentul Batal, Rakyat Indonesia Harus Kembali Menunda Rencana Menonton MotoGP di Negeri Sendiri)
Penampilan musik pun akhirnya berhenti tetapi tidak semua pengunjung pulang ke tempat asal. Beberapa pergi ke area tenda untuk barbecue dan berkumpul di api unggun.
Saya sendiri mengakhiri hari dengan menikmati alam, bersantai di area hammock.
Berbagi kisah dan melakukan dialog bermakna dengan kawan-kawan. Stres pun hilang, penat yang biasa terjadi di kota sesaat lenyap saat musik dan alam berpadu dengan indah.