Penghilangan lengan dan tungkai juga dijumpai pada kokeshi, boneka kayu yang digambari dan dalam daruma, yaitu boneka yang bentuknya hampir bulat saja.
Peringkasan tidak berarti kasar. Sebaliknya wajah dan rambut boneka-boneka itu digambari dengan halus dan cermat.
Dalam agama pun peringkasan itu kelihatan nyata. Jika Korea yang merupakan tetangga Jepang mencoba mendekati dewa, maka orang Jepang sebaliknya, mencoba memanggil dewa agar datang kepada mereka.
Dalam agama Shinto, kuil-kuil di gunung mempunyai cabang di desa-desa. Kuil desa ini bisa diringkaskan lagi menjadi omikoshi, yaitu altar pemujaan yang bisa dibawa-bawa.
Omikoshi ini kemudian diringkaskan lagi menjadi kamidana, yaitu altar mirriatur yang berada di rumah-rumah.
Dalam kamidana itu pelbagai dewa dianggap hadir berdampingan. Bahkan kamidana itu bisa diringkaskan lagi menjadi omamori, yaitu jimat yang bisa dipakai.
Gagasan untuk membawa surga ke dunia dapat dilihat dari contoh berikut : Kalau kita ingin menikmati keindahan alam, kita pergi ke alam di luar rumah.
Orang Jepang sebaliknya membawa alam ke rumah mereka dengan membuat alam tiruan, umpamanya saja hakoniwa, yaitu kebun dalam kotak dan ikebana, yaitu rangkaian bunga liar serta bonsai, pohon-pohon yang dikerdilkan.
Sempit = akrab
Salah satu bagian dari kebudayaan tradisional Jepang ialah sado, upacara minum teh, yang dilaksanakan dalam ruang yang kecil saja.
Orang Jepang menganggap ruang yang kecil ini mendatangkan keakraban. Dalam ruang-ruang yang kecil ini para samurai Jepang memperoleh ketenangan.
Pada masa Perang Saudara (1467 - 1568), orang Korea yang datang ke Jepang tidak bisa mengerti, mengapa para samurai menganggap ruang sempit seperti itu sebagai ruang istirahat.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR