Intisari-Online.com -Kabar duka datang dari China. Kamis (13/7) kemarin, peraih Nobel Perdamaian 20010 Liu Xiaobo meninggal dunia di usia 62 tahun di sebuah rumah sakit di Shenyang.
Untuk diketahui, Liu, yang dianggap sebagai seorang pembangkang di negaranya itu, dibebaskan dari penjara dengan alasan kemanusiaan.
(Baca juga:Meski Perdamaian Urung Terjadi, Presiden Kolombia Juan Manuel Santos Diganjar Nobel Perdamaian 2016)
Liu didiagnoasis menderita penyakit kanker hati dalam stadium lanjut.
Liu adalah seorang pegiat hak asasi manusia. Ia masuk penjara pada 2009 karena dianggap melakukan tindakan subversif. Ia menyerukan reformasi demokrasi di negara yang dikenal punya sistem partai tunggal itu.
Setelah didiagnosis kanker hati, banyak negara mendesak agar Pemerintah China memberikan kebebasan bagi Liu menjalankan perawatan di luar negeri. Jerman bahkan siap menanggung perawatan Liu.
Hingg akhirnya pada kemarin, Liu dikabarkan menderita gagal napas setelah sebelumnya disebut mengalami gagal organ, akibat jalaran kanker hati yang dideritanya.
Salah satu teman keluarga Liu, kepada AFP, mengatakan bahwa ia telah mengirim surat dari istri Liu kepada Pemerintah AS dan Jerman, yang menyatakan keinginan pasangan tersebut untuk meninggalkan China.
Sementara, Pemerintah China menolak permintaan internasional untuk membiarkan Liu mencari perawatan di luar negeri. China berdalih, Liu sudah mendapatkan perawatan terbaik dari dokter terbaik.
Dengan kematian ini, Liu menjadi pemenang Hadiah Nobel Perdamaian pertama yang meninggal dalam tahanan, sejak Carl von Ossietzky, yang meninggal dunia di rumah sakit saat tahan Nazi pada tahun 1938.
(Baca juga:Bukan Sastrawan, Hadiah Nobel Sastra 2016 Dimenangkan oleh Bob Dylan)
Siapa Liu Xiaobo?
Bagi Pemerintah China yang menganut sistem satu partai, Liu semacam duri dalam daging. Ia dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah.
Pada awal Juli, dokter China yang merawat Liu mengatakan bahwa dia tidak cukup sehat untuk menjalani perawatan ke luar negeri.
Penjelasan itu berbeda dengan pendapat pakar medis AS dan Jerman yang diundang oleh rumah sakit setempat untuk ikut memeriksa kondisi Liu.
Para dokter itu menawari Liu Xiaobo menjalani perawatan di negara mereka.
Kelompok hak asasi manusia mengecam cara pemerintah China memperlakukan Liu, dengan menuduh pihak berwenang memanipulasi informasi mengenai kesehatan.
Pemerintah China pun dituduh menolak permohonan berobat ke luar negeri, karena mereka takut Liu akan menggunakan kebebasan tersebut untuk mengecam rezim satu partai di negara komunis itu.
Liu dengan tubuh yang kurus terbaring di tempat tidurnya. Sebuah video yang bocor ke publik menunjukkan bahwa dokter-dokter barat memuji rekan-rekan mereka di China.
Adegan itu belakangan dikecam, dan disebut sebagai propaganda mengerikan, oleh Human Rights Watch.
Kedutaan Jerman mengatakan, video tersebut tampaknya menunjukkan bahwa otoritas keamanan mengarahkan proses, bukan memberikan perawatan medis.
Sedikit mundur ke belakang, Liu ditangkap pada 2008 setelah ikut menandatangani Piagam 08, sebuah petisi yang menyerukan perlindungan hak asasi manusia dan reformasi sistem politik China.
Atas tindakannya itu, Liu dijatuhi hukuman 11 tahun penjara pada Desember 2009 dengan Pasal Subversif.
Jika di dalam negeri ditangkap, nama Liu justru kian harum di luar negeri. Ia bahkan diganjar Hadiah Nobel Perdamaian pada 2010 lalu. Sayang, ia tak bisa hadir pada upacara penyerahan itu dan hanya diwakili olej sebuah kursi kosong.
Liu juga dikenal karena perannya dalam demonstrasi di Lapangan Tiananmen tahun 1989 di Beijing. Istrinya, Liu Xia, ditempatkan di bawah tahanan rumah pada tahun 2010, namun dia diizinkan untuk menemui Liu Xiaobo di rumah sakit.
Nasib Liu Xia pun kini dikhawatirkan oleh kelompok pembela hak asasi manusia. Mereka telah mendesak Pemerintah China untuk membebaskan Liu Xia bersama Liu Xiaobo.