Menunggu Hal Paling Membosankan, Kecuali Jika Kita Sedang Menunggu Terbitnya Matahari di Bromo

Ade Sulaeman

Editor

Matahari terbit di Bromo
Matahari terbit di Bromo

Intisari-Online.com – Tak berlebihan jika gunung ini masuk dalam daftar wajib kunjung, jika Anda pergi ke kota Malang, Probolinggo, dan sekitarnya.

Keindahan alam kawasan Gunung Bromo tak perlu diragukan lagi. Ketenarannya bahkan sampai ke mancanegara.

Tempat wisata ini bisa dijangkau baik dan Malang maupun Probolinggo.

Namun, untuk wisata keluarga, Anda sebaiknya memilih rute dari Kota Probolinggo, karena jalannya relatif lebih mulus daripada rute Malang.

Dari Probolinggo jarak tempuhnya sekitar 48 km.

(Baca juga: Tim Red Bull Skydive Terjun dan Kibarkan Bendera Merah Putih di Langit Gunung Bromo)

Yang utama untuk diingat, sebelum mengunjungi tempat ini, jangan pernah lupa membawa jaket dan pakaian penghangat lainnya. Lebih-lebih jaket buat anak-anak.

Soalnya, hawa dinginnya bisa membuat kita menggigil.

Pintu masuk kawasan Bromo berada di Desa Cemara Lawang (2.200 m di atas permukaan laut).

Ini titik terdekat dengan Bromo.

Di desa ini terdapat beberapa hotel dan banyak homestay.

(Baca juga: HOK Tanzil: Minus Satu Derajat Celcious di Gunung Bromo)

Jika ingin menyaksikan Matahari terbit, sebaiknya kita datang siang atau sore hari, lalu istirahat lebih dulu di hotel.

Esok paginya, sebelum Matahari terbit, kita bisa pergi ke Gunung Penanjakan yang arahnya sekitar 17 km dari Desa Cemara Lawang.

Ini merupakan lokasi favorit untuk menunggu Matahari terbit dan memotret Bromo dari titik yang lebih tinggi.

Sekali lagi, jangan lupa membawa pakaian penghangat: jaket, penutup kepala, bila perlu sarung tangan.

Penutup kepala bisa kita beli dari para pedagang di Cemara Lawang.

Selesai dari Penanjakan, kita bisa langsung turun ke Bromo. Gunung ini dikelilingi lautan pasir yang luas.

Saking luasnya, orang yang berjalan di tempat ini hanya tampak dari jauh sebagai sebuah titik yang bergerak.

Tidak bisa dibedakan apakah ia berjalan kaki atau naik kuda.

Pada musim kemarau, lautan pasirnya menjadi sumber debu dan hanya bisa dilewati oleh mobil jelajah yang bisa kita sewa di Desa Cemara Lawang.

Altematif lain yang lebih mengasyikkan, kita bisa naik kuda dari Cemara Lawang.

Tarif sewa sekitar Rp50.000,- per ekor untuk perjalanan pergi-pulang.

Sambil terayun-ayun di atas pelana kuda di lautan pasir, kita bisa menikmati keindahan Bromo yang makin lama makin dekat.

Melewati Pura Kencana yang berada persis di dekat Gunung Batok, kuda akan mengantarkan kita sampai di tangga menuju puncak Bromo.

Untuk mencapai puncak, kita harus meniti anak tangga.

Mereka yang jarang berolahraga dijamin ngos-ngosan ketika mendaki anak tangga itu.

Tapi begitu sampai di puncaknya, persis di bibir kawah, semua energi yang kita keluarkan akan terbayar.

Titik pandang di puncak Bromo ini sesekali diserang asap belerang yang keluar dari kawah di bawahnya.

Yang tak tahan bau belerang bisa terbatuk-batuk.

Itu sebabnya, akan lebih baik jika kita naik ke tempat ini menggunakan masker penutup saluran napas.

Terutama buat mereka yang punya masalah pernapasan.

Puncak ini sering tertutup kabut. Bulan Juli - Agustus merupakan bulan baik karena cuaca di kawasan ini biasanya cerah.

Pada bulan-bulan itu, Bromo biasanya ramai oleh turis asing.

Sebelum Matahari terbit, biasanya di puncak ini sudah ramai oleh mereka yang menunggu munculnya Matahari, dan akan terus ramai sampai sekitar pukul 10.00 WIB.

Keindahan kawasan Bromo bisa kita rasakan hanya dengan berdiam diri di puncaknya sambil mengamati sekeliling dan merasakan tiupan angin kencang yang terdengar berdesir bunyinya.

Jika masih punya waktu, kunjungi mata air suci di belakang Gunung Batok. (Emshol)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 2007)

Artikel Terkait