Intisari-Online.com – Tidak dapat dipungkiri, bahwa pemakaian sinar rontgen dapat mengancam kesehatan kita, karena dapat merusak sel-sel atau jaringan tubuh.
Namun sifat buruk ini pun sebetulnya juga dimiliki oleh sinar-sinar lain, seperti sinar radioaktif dan juga sinar ultraviolet pada sinar matahari.
Kalau kita misalnya terlalu banyak berjemur di bawah sinar matahari, maka kulit selain menjadi merah seperti terbakar juga dapat terkena ancaman kanker.
Apalagi lapisan ozon di langit saat ini sudah berlubang.
Demikian pula dengan sinar rontgen. Tetapi ini tergantung dari dosis, frekuensi, dan lama waktu penyinaran yang digunakan.
(Baca juga: Ternyata Istri Jenderal yang Tampar Petugas Bandara Juga Bikin Laporan Perbuatan Tidak Menyenangkan)
Karena itu pemakaiannya harus hati-hati.
Menurut data sampai dengan tahun 1960 memang ada sekitar 400 orang di seluruh dunia, yang terdaftar sebagai korban akibat sinar rontgen.
Mereka kebanyakan adalah peneliti, para dokter, perawat, dan pekerja peralatan pembuatan tabung sinar rontgen.
Namun sebagian nama-nama ini tercatat sebagai korban karena kecelakaan saat menunaikan tugas.
Pada waktu awal-awal penemuannya, dosis sinar rontgen yang digunakan untuk diagnosis penyakit memang masih cukup besar.
(Baca juga: Mulai dari Bayi Hingga Mayat, Inilah 5 Hal Gila yang Pernah Ditemukan Petugas Keamanan Bandara)
Pada saat itu penyinaran pun dilakukan secara langsung. Artinya, bahaya yang mengancam kesehatan pada waktu itu masih relatif besar.
Tetapi tahun demi tahun kekurangan ini terus diteliti, sehingga pada 1960 dosis yang relatif besar jersebut sudah berhasil diturunkan sampai 80 - 90%.
Hal itu berarti, pemeriksaan dengan sinar rontgen setelah itu jauh lebih aman.
Kini setelah seratus tahun sinar rontgen ditemukan, tidak ada alasan lagi bagi pasien untuk takut dirontgen.
Alasannya, selain dosis sinar yang digunakan sudah diperhitungkan secara akurat dan aman, saat ini alat-alat yang digunakan sudah canggih.
Pada peralatan itu dilengkapi dengan berbagai pelindung, bukan hanya untuk penderita, melainkan juga untuk perawat yang bertugas.
Jangka waktu foto pun sangat pendek, hanya beberapa detik.
Padahal, pada saat tangan Ny. Anna Bertha difoto oleh suaminya sendiri satu-abad lalu, diperlukan waktu 20 menit. (M. Yuwono/Bastiana)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1996)