Terpisah 31 Tahun, Pasangan Kembar Identik Ternyata Memiliki Banyak Kesamaan, Termasuk Tokoh Idola

Ade Sulaeman

Editor

Kembar Mark Newman dan Gerald Levy yang baru bertemu kembali
Kembar Mark Newman dan Gerald Levy yang baru bertemu kembali

Intisari-Online.com – Setelah sebelumnya kita membaca kisah Yvonne dan Yvette McCarther (43), manusia kembar siam yang dempet di kepala bagian atas, ditemukan telah meninggal dunia di apartemennya.

Di bagian lain AS, tujuh tahun lalu pasangan kembar identik Mark Newman dan Jerry Levey baru saling jumpa untuk pertama kalinya.

Waktu itu usia mereka yang berasal dari satu sel telur ini sudah 31 tahun. Begitu ketemu, mereka bisa saling mengerti kehidupan masing-masing selama ini.

Agaknya tak cuma wajahnya yang serupa. Kesukaan mereka terhadap banyak hal pun hampir sama, termasuk pada tokoh idola. Uniknya, mereka sama-sama tak suka mengenakan pakaian model tiga-potongan (three-pieces).

Dalam soal politik, mereka sepakat menentang upaya pengawasan senjata dan mendukung penuh undang-undang kejahatan, guna memerangi krirninalitas – termasuk penerapan hukuman mati.

(Baca juga: Luar Biasa! Akhirnya Bayi Kembar Siam di Kepala Ini Bisa Dipisahkan dan Hidup Normal)

Keduanya sama kompaknya dalam mendukung hak wanita untuk melakukan aborsi. "Kami sama 99% dalam segala hal," aku Newman.

Lalu, dalam hal apa mereka paling tidak sama?

"la menyukai film Indian, sementara saya senang pada film koboi," sambung Newman.

Kesamaan pandangan pasangan kembar yang terpisah lama sungguh merupakan fenomena yang aneh.

Banyak peneliti menolak mengakui kesamaan itu dan menganggapnya semata-mata sebagai keganjilan yang serba kebetulan.

(Baca juga: Pin dan Pan, Dua Bocah Kembar Siam yang Tak Mau Dipisahkan Satu dari yang Lain)

Tak beda halnya dengan seseorang yang bertemu orang lain di sebuah pesta dalam pakaian yang persis sama.

Tak kurang, para heredetarian (pakar yang percaya bahwa ciri bawaan psikologis bisa diturunkan secara genetis) pun ikut meyakini bahwa pandangan politik, sosial, dan religius pasangan kembar merupakan bagian dari aspek tak terwariskan dalam alur genetis kejiwaan.

Alasannya, bukankah nilai-nilai tersebut bisa ditanamkan di rumah, sekolah, atau di mana pun?

Nyatanya Thomas Bouchard, Jr., psikolog yang mengepalai program studi orang kembar pada University of Minnesota, menemukan kesamaan pandangan yang sangat mencolok di antara pasangan kembar.

Tak soal apakah mereka selama ini hidup bersama ataukah terpisah. la menduga keras, kesamaan nilai tersebut karena adanya warisan genetis yang sama.

Bouchard sendiri menyatakan terkejut atas kesimpulan penelitiannya. "Rasanya tak ada teori yang bisa menjelaskan penemuan ini," ungkapnya gamang.

Padahal, sudah lebih dari seabad lalu ilmuwan Inggris Sir Francis Galton meyakinkan keunggulan pengaruh bawaan (nature) atas pengaruh lingkungan (nurture).

Sejauh itu para ilmuwan modern yang lebih mempercayai kuatnya pengaruh lingkungan terhadap diri seseorang menolaknya mentah-mentah.

Tapi, selama dekade '80-an pernyataan Galton itu setidaknya didukung oleh dua penelitian yang saling berkaitan.

Salah satunya menyebutkan, skor IQ pasangan kembar identik yang lama terpisah menunjukkan adanya korelasi sebesar 70%.

Sementara kesamaan ciri sifat atau pembawaan, antara lain dalam hal kemudahan mengikuti kata hati dan rasa takut, 50%.

Berdasarkan fakta tersebut para heredetarian meyakini gen dapat mempengaruhi fungsi dan organisasi otak. Nyang mana pengaruh berikutnya mengimbas juga pada sederet sifat, mulai dari kemampuan kognitif sampai watak.

Penelitian lainnya dilakukan di Inggris dan Australia. Sebanyak 4.635 pasangan kembar dilibatkan. Beragam pertanyaan disodorkan, mulai dari masalah agama, seks, sampai perlakuan terhadap pelaku kriminal.

Hasilnya, kesamaan perilaku di antara saudara kembar identik lebih besar daripada kembar fraternal (berasal dari sel telur yang berbeda).

Dalam hal keradikalan pandangan politik, laki-laki kembar identik 75% sama. Sementara korelasi di antara kembar fraternal cuma 52%.

Jawaban atas 19 aspek yang ditanyakan - mulai dari perceraian, apartheid (politik pembedaan warna kulit), sampai musik komputer – menguatkan dugaan terhadap adanya pewarisan pandangan secara genetis.

Sementara hal yang agak berarti dalam soal pewarisan kebiasaan hanya terdapat pada 3 aspek.

Di lain kubu, para nurturis (pakar yang lebih percaya pada pengaruh kuat lingkungan terhadap perkembangan seseorang) tetap skeptis dengan temuan itu.

Alasannya, sebagaimana dikemukakan Richard Lewontin, ahli genetik molekular dari Harvard, "Ilmu biologi tidak punya satu mekanisme yang masuk akal .untuk menerangkan mengapa 'jiwa penindas' atau sifat keras dalam mendidik anak, misalnya, bisa diwariskan."

Tentu saja, temuan ini tidak meragukan arti orang tua, guru, dan pihak lainnya dalam mempengaruhi anak-anak. Tapi, yang pasti, temuan itu menegaskan bahwa mereka "terbukti" kurang efektif dalam mewariskan nilai-nilai.

Benarkah demikian? (Kathleen McAuliff/SCMP/Wied)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1993)

Artikel Terkait