Maka hubungan baik antara Pitung dan kakek, sepintas lalu agak ganjil. Kakek juga seorang tuan tanah, pemilik sebidang tanah yang sangat luas di Koneng, sebuah daerah pinggiran Jakarta.
Letaknya yang tepat saya tidak tahu, karena ketika saya lahir kakek sudah lama meninggal. Keluarga ibu pun sudah berpencar-pencar tempat tinggalnya.
Menurut ibu, kalau dari arah Jelambar, sampai ke Jembatan Pesing sebelah kanan, kita harus menyusuri jalan sepanjang tepi kali di sana, tanpa melintasi jembatan itu.
Ibu tidak pernah menceritakan kenapa Pitung sering datang ke rumah kakek. Apakah tuan tanah Koneng tidak termasuk dalam "daftarnya" sebagai salah seorang musuhnya?
Apakah sebagai tuan tanah kakek sangat disenangi rakyat setempat? Wallahualam!
Karena sering berkunjung itulah, dengan sendirinya ibu sering melihat Pitung dari dekat. Agaknya Pitung percaya benar pada kakek, dan yakin kakek takkan pernah mengkhianatinya, tidak melaporkannya kepada kompeni.
Bisa menghilang
Walaupun demikian, pernah terjadi suatu peristiwa sangat menegangkan ketika Pitung berada di rumah kakek.
Waktu itu ibu bersama nenek serta beberapa orang bibi saya, sedang asyik main congklak di bagian dalam rumah. Pitung sedang mengobrol dengan kakek di ruang depan.
Sekonyong-konyong Pitung masuk ke ruang dalam. Kepada para wanita di situ ia berbisik, "Jangan katakan kepada Tuan Hinne bahwa saya ada di sini."
Dengan tenang ia terus masuk ke belakang, ke arah dapur. Nenek, ibu, dan yang lain segera tahu bahwa schout van Hinne (polisi Belanda yang mendapat tugas menangkap Pitung dan sejak lama mengejar-ngejarnya) menyergap rumah kakek.
Entah siapa yang melapor kepadanya. Atau mungkinkah ia kebetulan datang untuk iseng-iseng mengintai karena kenal kepada kakek?
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR