Advertorial
Intisari-Online.com – Ini kisah Aleseia Saunders.
Ketika pertama kali mengetahui bahwa dia hamil anak pertamanya pada usia 33 tahun, Saunders sangat bahagia.
Namun kebahagiaan tersebut hanya sebentar.
Pada pemeriksaan pranatal (kehamilan) pertamanya, dokter menemukan sebuah benjolan di payudaranya dan melakukan pemeriksaan menyeluruh.
Baca Juga : Bukan Orangtua, Serangan Jantung dan Hipertensi Kini Lebih Akrab Dengan Anak Muda
"Dia mengira itu hanya kista, tetapi dia menyarankan saya mendapatkan biopsi dan ultrasound hanya untuk memastikan," kata Saunders kepada Health.com pada Jumat (26/10/2018).
Dua minggu kemudian, Saunders mendapat telpon dan diminta bertemu dokter.
“Mereka memberitahu saya bahwa itu adalah kanker payudara invasif (karsinoma duktal invasif)”.
“Saya hancur. Kebahagiaan saya tentang kehamilan saya langsung hilang.”
Karena Saunders sedang hamil, dia pun membuat janji dengan seorang onkologis. Sayangnya, pertemuan pertama itu kembali menghancurkan hatinya.
“Dia mengatakan kepada saya untuk menggugurkan kandungan. Karena berbagai obat yang digunakan dalam kemoterapi berbahaya untuk bayi saya.”
“Dia meminta saya dan keluarga untuk pulang dan memikirkannya.”
“Ketika saya bertanya apakah ada jalan lain. Dokter mengatakan ‘sekali tidak ada cara yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan bayinya’.”
Ada alasan ahli onkologi tersebut mengatakan Saunders harus menjalani kemoterapi dan menggugurkan kandungannya.
Pertama, karena Saunders masih muda. Kedua, dia juga tidak memiliki riwayat keluarga kanker payudara.
Saunders bisa sembuh dan pada akhirnya hamil kembali. Walau ada beberapa fakta bahwa kemoterapi bisa merusak kesuburannya.
Baca Juga : Black Box Lion Air JT 610 Ditemukan, Sinyal Black Box Memang Hanya Bisa Dideteksi Dalam Air
Namun namanya hati seorang ibu, Saunders tidak mau kehilangan bayinya dan juga tidak mau kehilangan kesempatan untuk memiliki anak lain di masa depan.
Karena Saunders sangat berharap bisa mempertahankan bayinya, akhirnya dia mendapat pendapat dari sang dokter.
Menurutnya, sang dokter menyarankan Saunders untuk melakukan ultrasound.
Dokter tersebut bahkan merekomendasikan ahli bedah payudara terdekat, David Weintritt, MD, di Pusat Payudara Nasional di luar Washington, D.C.
Untungnya Dr. Weintritt mempunyai pendapat yang berbeda.
Dia berharap Saunders bisa melahirkan bayi yang sehat dan masih bisa mengalahkan kankernya.
Namun untuk kedua hal besar tersebut, Saunders harus menjalankan tes yang disebut MammaPrint.
Apa itu tes MammaPrint?
MammaPrint adalah salah satu dari beberapa tes genom yang tersedia saat ini. Di mana tes ini dapat digunakan dokter untuk menganalisis tumor kanker payudara.
Tes ini membantu dokter membuat keputusan tentang pasien. Seperti apakah mereka harus menerima kemoterapi atau tidak.
“Di masa lalu, kami selalu akan melakukan kemoterapi pada semua pasien. Walau risikonya tinggi,” ucap Maggie DiNome, MD, profesor bedah di Sekolah Kedokteran David Geffen dan direktur Kesehatan Payudara UCLA.
Tetapi kemudian para dokter mulai memahami bahwa tidak semua kanker payudara adalah sama.
Oleh karenanya, tidak semua pasien kanker payudara bisa diperlakukan sama.
Tes MammaPrint melihat 70 gen yang berbeda dalam tumor pasien.
Dengan menggunakan informasi tersebut, dokter bisa menentukan apakah seorang pasien berada pada risiko rendah atau tinggi dari kanker.
Jika pasien mendapat skor tinggi, maka ia mau tak mau harus melakukan kemoterapi.
Namun jika pasien mendapat skor rendah, kemungkinan dia tidak menerima kemoterapi, operasi, atau radiasi bisa terjadi.
Baca Juga : Kulit Leher Belakang Menebal dan Menghitam, Bisa Jadi Tanda Penyakit-penyakit Ini
Menurut Dr. DiNome, MammaPrint telah disetujui oleh hampir semua dokter di selurun dunia selama hampir satu dekade.
Dan caea ini semakin luas digunakan dalam beberapa tahun terakhir.
Tes MammaPrint biasanya dilakukan pada jaringan dari tumor payudara yang telah diangkat secara operasi, sehingga tidak memerlukan prosedur tambahan.
Dalam kasus Saunders, karena kehamilannya, dokter hanya melakukan tes pada sampel yang dibiopsi.
Dan hasil tesnya mengatakan Saunders tidak perlu melakukan kemoterapi.
"Berdasarkan hasil, dokter harus mengangkat tumor melalui pembedahan pada awal trimester kedua saya."
“Soal radiasi, itu bisa dilakukan setelah putrinya lahir.”
Pada akhirnya, Saunders menjalani lumpectomy, di mana dokter bedah mengangkat tumornya dan pinggiran jaringan di sekitarnya.
Selama prosedur, tim anestesi memonitor tidak hanya kadar oksigennya Saunders, tetapi juga pada bayi yang sedang dikandungnya.
Operasi itu sukses dan beberapa bulan kemudian, Saunders melahirkan putrinya, Julia.
Pasca melahirkan Julia, Saunders pun mulai melakukan perawatan radiasi dan mulai meminum tamoxifen, obat yang memblokir reseptor estrogen dari memberi makan sel kanker.
Awalnya sangat menyakitkan. Tapi segalanya menjadi lebih baik. Apalagi ketika Saunders melihat wajah Julia.
Dan kini, putrinya Julia sudah berusia 3 tahun dan Saunders telah sembuh dari kanker payudara.
Baca Juga : Wanita Cantik ini Ceritakan, 'Kehidupan Malamnya' Membuatnya Stroke di Usia 20-an