Intisari-Online.com – Silsilah, awam menyebutnya daftar asal-usul atau garis keturunan, pasti sangat berarti buat seseorang.
Tak terkecuali bagi mantan presiden Soeharto. Kalau silsilahnya simpang siur, 'kan bisa sulit melaksanakan pembagian harta warisan.
Belum lagi susahnya dalam menulis sejarah keluarga. Bingung, versi mana yang mau dipakai?
Makin simpang siur, karena di masa Ialu (persisnya di masa Orde Baru), ada kecenderungan untuk mengaitkan, bahkan mencari-cari hubungan seseorang dengan keluarga kerajaan.
Karena orang yang (terbukti) punya hubungan istimewa itu, sedikit banyak tentu akan terangkat derajatnya.
Siapa tak mau dianggap berdarah biru atau ningrat?
Nah, bicara tentang silsilah Soeharto, setidaknya ada tiga versi yang pernah beredar di masyarakat. Seperti berikut ini:
(Baca juga: Antara Sanro, Mallogo, Barongko, dan Soeharto, Inilah Kisah Masa Kecil BJ Habibie)
(Baca juga: Pak Harto, Anak Tukang Judi dengan Masa Kecil yang Buram)
(Baca juga: Meski Tampan dan Rupawan, Nyatanya Pak Harto Tak Jago-jago Amat dalam Urusan Asmara)
Versi pertama menyebut Pak Harto sebagai keturunan bangsawan Yogyakarta.
Kabar menggegerkan ini muncul di majalah POP, volume 2, nomor 17, Tahun 1974.
Diberitakan di situ, Soeharto adalah anak dari Padmodipuro, seorang bangsawan keturunan Hamengkubuwo II (memerintah antara tahun 1792 - 1810, 1811 - 1812, dan 1826 - 1828).
Padmodipuro, karena ingin menikah lagi, memberikan Soeharto - saat itu baru berumur 6 tahun, bersama ibunya - kepada seorang penduduk desa bernama Kertorejo.
Ditambahkan, tampaknya Soeharto tidak pernah berhubungan dengan keraton, sungguhpun kakek buyut dari pihak ibunya, yakni Notosudiro memiliki istri seorang wanita yang berjarak lima generasi, merupakan keturunan putra dari Hamengkubuwono V dengan selir pertamanya.
Bisa ditebak, Soeharto langsung murka membaca berita tersebut. Tiada ampun, setelah ulahnya itu, POP pun dilarang terbit.
Versi kedua menyebut Soeharto sebagai anak hilang yang tidak ditemukan oleh orang tuanya.
Bahkan ada versi yang lebih ekstrem menyebutnya sebagai anak tidak sah.
Konon, seorang berpangkat atau seorang pedagang keliling keturunan Tionghoa menyerahkan Soeharto kepada seorang penduduk desa.
Keterangan versi kedua ini disampaikan oleh Mashuri SH, tetangga Mayjen Soeharto di Jln. Haji Agus Salim pada tahun 1965, dan mantan Menteri Penerangan pada era Orde Baru (Elson, 2005, hal 31).
Silsilah versi ketiga, Soeharto disebutkan sebagai anak seorang petani asal Kemusuk.
Versi inilah yang disampaikan Soeharto dalam konferensi pers di Bina Graha, tanggal 28 Oktober 1974. Cerita paling akhir ini tegas-tegas membantah cerita versi pertama dan kedua.
Menurut Soeharto, ia adalah putra dari ayah dan ibu yang berasal dari desa Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta. Kedua orang tuanya tidak pernah meninggalkan desa mereka.
Soeharto juga meralat nama ibunya, bukan Fatimah seperti ditulis dalam buku "Roeder The Smiling General", 1969. Yang benar adalah Sukirah.
Saya sendiri melihat, versi pertama (bahwa Soeharto keturunan bangsawan) dan versi kedua (Soeharto anak hilang atau anak tidak sah) tidak didukung oleh dokumen-dokumen yang sahih.
Oleh sebab itu, khusus mengenai asal usul Soeharto - kecuali kalau kelak ditemukan dokumen lain - saya masih berpegang pada keterangan resmi yang disampaikan Soeharto sendiri di Bina Graha tahun 1974.
Keterangan yang menyatakan sebagai anak petani miskin dari Desa Kemusuk, Yogyakarta.
Kedua orang tuanya berasal dari desa dan tidak pernah meninggalkan desa tersebut, dan keprihatinan semasa usia dini menyebabkan ia bangkit, lalu berjuang dengan gigih meningkatkan taraf kehidupannya.
Dengan mengetahui silsilah dan masa kecil Soeharto, kita dapat memahami berbagai sikap dan tindakannya kelak di kemudian hari.
(Seperti ditulis oleh Dr. Asvi Warman Adam, Peneliti Utama LIPI Jakarta, dan dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 2008 dengan judul asli Soeharto, Silsilahnya ada 3 Versi)