a. Dalam pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diatur bahwa Kepala Daerahh dan/atau Wakil Kepala Daerah yang tidak malaksanakan program strategis nasional dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri untuk Gubemur dan/atau Wakil Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk Bupati dan/atau Wakil Bupati atau Wali Kota dan/atau wakil Wali Kota.
b. Dalam hal teguran tertulis telah disampaikan 2 kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara selama 3 bulan.
c. Selanjutnya apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah lelah selesai menjalani pemberhentian sementara. tetap tidak melaksanakan program strategis nasional, yang bersangkutan diberhentikan sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
Baca Juga : 5 Negara Gaji Tertinggi di Dunia, Ada yang Upah Buruh Terendahnya Rp1,34 Miliar per Tahun
Namun tetap saja, bagi sebagian kalangan buruh keputusan Pemerintah yang menetapkan UMP sebesar 8,03% tahun depan tetap mendapatkan penolakan. Salah satunya datang dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Alasannya, inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak bisa dijadikan acuan dalam menentukan UMP. “Dengan begitu nilai 8,03% dari pemerintah itu kita tolak,” kata Presiden KSPI Said Iqbal saat dihubungi KONTAN, Rabu (16/10).
Apalagi, berdasarkan survei yang telah ia lakukan di lapangan, kebutuhan layak hidup buruh di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang per Oktober 2018 sebesar Rp 4,2 juta - Rp 4,5 juta. Hal itu pun berdasarkan 60 item yang dijadikan patokan. Oleh karena itu, maka KSPI akan mengajukan rekomendasi ke pemerintah kalau kenaikan UMP tahun depan sebesar 20%-25%.
“Kita perbaiki kualitas itemnya. Seperti, selama ini hitungan radio diganti televisi, sewa rumah sekarang kan tidak ada lagi sewa rumah satu kamar begitu dan harga sewa juga meningkat. Begitu juga dengan bahan makanan yang sudah mengalami kenaikan dan listrik,” jelas Said.
Namun, tidak semua kalangan buruh menolah perhitungan kenaikan UMP versi PP Nomor 78 Tahun 2015 tersebut. Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) menilai, kenaikan UMP sebesar 8,03% tahun 2019 dinilai cukup.
Hal itu melihat kondisi perkembangan industri saat ini. Kondisi rupiah yang melemah dinilai membuat industri ikut terbebani secara biaya produksi. "Dalam kondisi saat ini perusahaan sulit bergerak, angka tersebut relatif cukup," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) OPSI, Timboel Siregar.
Meski begitu Timboel meminta agar perusahaan juga terbuka kepada pekerja. Pasalnya untuk industri yang berorientasi ekspor akan mendapat keuntungan tambahan dengan pelemahan rupiah.
Ia juga bilang perlu adanya upaya peningkatan kualitas pekerja. Pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan kemampuan pekerja sehingga produksi ikut meningkat. "Kenaikan upah minimum juga perlu dibarengi dengan kenaikan produksi," terang Timboel.
Baca Juga : Inspirasi dari Kisah Hidup Lena dan Leni, Si Kembar Anak Buruh Tani yang Bela Negara di Asian Games 2018
Biaya pengembangan kemampuan tersebut diungkapkan Timboel tidak perlu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengembangan dapat dilakukan menggunakan dana imbal hasil dari jaminan sosial ketenagakerjaan.
Sementara, Berly Martawardaya, ekonom Universitas Indonesia (UI) mengatakan, kenaikan UMP ini berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Tetapi hal ini juga sangat dipengaruhi oleh kepatuhan dari masing-masing kepala daerah menerapkan PP Nomor 78 Tahun 2015.
"Karena tidak semua kepala daerah akan mematuhi ketentuan dari PP nomor 78 itu. Makin banyak yang tidak patuh, maka makin menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 dan menaikkan inflasi tahun 2019," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menjelaskan, dengan kondisi ekonomi dan beban usaha yang semakin berat akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) kenaikan UMP 8,3% sebenarnya cukup membebani pelaku usaha.
"Terlebih pemerintah juga menaikkan tarif PPH untuk 1.147 barang impor di mana di sana juga ada beberapa bahan baku impor. Pengusaha berharap jika memungkinkan kenaikan UMP 2019 di bawah 8,3% akan lebih memberikan ruang gerak dan mengurangi beban pengusaha," ujar Sarman.
Jika kita mengacu kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03% maka besaran UMP 2019 DKI Jakarta akan mendekati angka Rp 4 juta atau sekitar Rp 3.940.972 dan dipastikan UMP tahun 2020 akan menembus angka Rp 4 juta lebih. “Bagi seorang pekerja bujangan dan nol pengalaman besaran ini sdh lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya,” kata Sarman.
Oleh karena itu, dalam penetapan UMP 2019 pelaku usaha sangat berharap kepada Serikat Pekerja agar jangan menuntut terlalu berlebihan diluar kemampuan dunia usaha. PP Nomor 78 tahun 2015 dinilai sudah sangat adil dan memberikan kepastian bagi pengusaha dan pekerja.
Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul "Sengkarut penetapan upah minimum".
Source | : | Kontan.co.id |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR