Baca Juga : Harga BBM Naik: Bahayakah Gonta-ganti Bahan Bakar dari Pertamax ke Pertalite?
Untuk realisasi konsumsi premium periode Januari sampai 15 Oktober 2018 sudah mencapai 6,78 juta KL.
Jika selisih harga BBM semakin besar, maka akan terus menjadi beban keuangan bagi Pertamina. Akhirnya laba perusahaan plat merah tersebut pun dipastikan akan tergerus.
Direktur Keuangan Pertamina, Pahala N. Mansury menyebut laba Pertamina pada tahun ini lebih rendah dibanding realisasi laba pada tahun lalu. Tahun lalu, Pertamina mampu membukukan laba sebesar US$ 2,41 miliar.
"Harapan kami sampai akhir tahun nanti kami masih bisa bukukan laba. (Dibanding tahun lalu) tentunya berkurang, tapi kami masih akan bukukan laba sampai dengan akhir tahun,"ujar Pahala pada Rabu (17/10).
Baca Juga : Harga BBM Naik: Ini 5 Cara Supaya Mobil Anda Hemat Bahan Bakar
Namun Pahala masih enggan menyebut kisaran laba Pertamina di akhir tahun ini. "Tidak bisa kasih angka, saya tidak hafal angkanya. Masih akan positif insya Allah," imbuhnya.
Laba Pertamina dalam enam tahun terakhir memang naik turun. Pada tahun 2012, realisasi laba Pertamina sebesar US$ 2,77 miliar. Tahun 2013, Pertamina mencatatkan kenaikan laba menjadi US$ 3,07 miliar.
Namun tahun 2014, laba Pertamina anjlok seiring turunnya harga minyak. Laba Pertamina pada tahun 2014 hanya sebesar US$ 1,45 miliar.
Pada tahun 2015, laba Pertamina turun lagi menjadi US$ 1,41 miliar. Kemudian pada tahun 2016 kembali naik menjadi US$ 3,15 miliar.
Pada tahun lalu, laba Pertamina kembali tirun menjadi US$ 2,41 miliar. Tahun ini, Pertamina pun hanya ditargetkan memperoleh laba sama dengan tahun lalu sebesar US$ 2,4 miliar.
(Febrina Ratna Iskana)
Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul "Premium dan solar di atas Rp 9.000 per liter, Pertamina masih hitung selisih harga".
Baca Juga : Khusus untuk NTB dan Sulteng yang Terkena Bencana, Harga BBM Tidak Ikut Naik
Source | : | Kontan.co.id |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR