Pusing dan bokek sempat kualami. Dasar tak bisa hemat, selalu saja pertengah bulan dan akhir bulan, aku mengalami krisis keuangan.
MANUSIA NOMOR SATU
Kesempatan cuti kugunakan untuk membuat lamaran kerja. Saat itu target lamaranku ada empat.
Yaitu balik lagi Bang Buyung, atau ke kantor pengacara Gani Jemat, Muctar Karim & Komar, atau ke Makarim dan Taera. Akhirnya aku diterima di Makarim Taera.
Saat itu, Doktor Nono Anwar Makarim merupakan salah satu pengacara paling top untuk hukum internasional.
Ketika pertamakali masuk di Kantor Pengacara Makarim, aku hanya punya modal satu motor bebek. Itu pun aku bangga sekali.
Sementara karyawan yang lain sudah pada punya mobil dan berpenampilan necis. Ya, namanya pengacara, selalu necis, pakai jas dan dasi.
Satu lagi: omong besar kalau sudah ketemu cewek di kantin.
Nah, aku juga seperti itu. Kalau masuk kantor dan ngumpul dengan teman-teman, aku selalu tampil rapi.
Pakai jas dan dasi selalu tak ketinggalan. Namun, begitu pulang dari kantor, aku malu sama gadis-gadis yang kugoda itu.
Aku yang suka omong besar, kok pulang naik sepeda motor.
Baca Juga : Bukannya Duduk Manis, Ratusan Penumpang Malah Jalan di Atas Rel Karena LRT Palembang Mogok Lagi
Makanya sebelum ketahuan mereka, pulangnya aku selalu menutupi wajahku dengan sapu tangan besar. Ha ha ha.
Ketika gajiku sudah jutaan, mulailah aku beli mobil bekas.
Aku masih ingat, aku ingin memamerkan mobil bekas itu kepada Bapak yang datang dari daerah.
Kala itu, Bapak ke rumah kakakku. Dengan gagah, aku melajukan mobil ke rumah kakak.
Naas, mobilku mogok di jalan. Maksudnya mau pamer jadi enggak bisa.
Akhirnya aku panggil taksi untuk menarik mobilku. Sesampai di rumah kakak, mobilku diperbaiki Bapak. Bapak, kan, mantan montir.
Setengah jam diperbaiki mobilku, bisa hidup lagi.
Karierku berjalan bagus. Di tahun 1998, di Makarim Taera itu aku sudah menjadi manusia nomor satu. Jabatanku sudah presiden direktur.
Saat itu Pak Makarim sudah pensiun.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR