Advertorial

Ketika Hotman Paris Mau Pamer Mobil Pertamanya, eh Malah Mogok

Moh. Habib Asyhad
Intisari Online
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Selain soal depresi yang pernah ia alami, Bang Hotman Paris juga punya cerita lucu soal mobil pertamanya.
Selain soal depresi yang pernah ia alami, Bang Hotman Paris juga punya cerita lucu soal mobil pertamanya.

Intisari-Online.com -Hotman Paris mulus belaka menjalani kariernya. Berbekal keloyalan pada klien, ia menjelma menjadi pengacara papan atas yang bergelimang harga.

Dan lebih dari itu, pria yang kerap disapa Bang Hotman itu kini sudah punya program sendiri di salah satu televisi swasta.

Selain soal depresi yang pernah ia alami, Bang Hotman juga punya cerita lucu soal mobil pertamanya.

Cerita itu ia tuliskan di Tabloid Nova edisi 30 April – 6 Mei 2007.

Baca Juga : Inilah Jam selingkuh Para Suami Berdasar Pengamatan Hotman Paris, Valid!

***

Lulus kuliah, aku direkomendasi teman dosenku, untuk masuk kantor pengacara OC Kaligis.

Dengan tekad bulat, kucari kantor OC Kaligis. Aku naik bus kota.

Setelah muter-muter, sampailah aku di kantornya, di kompleks ruko kawasan Glodok. Sambil membawa map lamaran, kumasuki kantornya.

Tak kuduga, Bang OC Kaligis langsungmengatakan, "Minta gaji berapa?" Aku bilang, ya berapa saja Bang. Saat itu di tahun 1982, aku menerima gaji Rp 125 ribu.

Aku masih ingat, gaji pertamaku langsung kuhabiskan untuk bersenang-senang bersama pacar.

Kami berboncengan naik motor, makan dengan lahapnya di restoran Cina di kawasan Rawamangun, JakartaTimur.

Hanya beberapa bulan, aku bekerja di kantor OC Kaligis. Meski sebentar, aku mendapatkan pengalaman yang berarti. Suatu saat OC Kaligis menyuruhku datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Sebenarnya, sih, sidang perkara biasa. Namun, karena inilah pengalaman pertama ikut sidang, kaki initakbisadiam. Selalu gemetaran. Ha ha ha.

Baca Juga : Percayalah, Pasangan yang Suka Pamer Kemesraan di Media Sosial Bukanlah Pasangan yang Benar-benar Bahagia

Tahu enggak, waktu itu sebenarnya tak terjadi perdebatan, hanya menyampaikan berkas dokumen.

Tapi, tak bisa dipungkiri, aku stres habis. Begitu stresnya, malam menjelang sidang, aku tak bisa tidur nyenyak. Wah, pengalaman pertama yang menegangkan.

Lucunya lagi, dari kantor OC Kaligis, aku naik bus ke PN JakartaTimur. Dasi yang harusnya kugunakan, aku selipkan saja di saku. Begitu sampai PN, aku langsung cari toilet.

Dasi kembali kukenakan. Setelah itu, aku mulai berani menghadapi orang, bahkan bisa lantangberbicara.

JUAL CINCIN EMAS

Tak lama berkantor di OC Kaligis, aku pindah ke kantor Adnan Buyung Nasution. Tak gampang masuk ke sana.

Aku mesti melewati serangkaian tes yang panjang dan mengalahkan banyak pesaing.

Padahal, aku masuk ke sana dengan modal tak bisa bahasa Inggris. Tapi, para pengacara di sana tahu betul bakatku.

Baru tiga bulan bekerja di kantor hukum Bang Buyung, aku mendapatkan panggilan dari Bank Indonesia, masuk tanpa mengikuti tes.

Ini semua berkat prestasiku di masa kuliah. Nah, ketika itu aku berpikir, siapa yang tak mau masuk kesana?

"Aku lihat bangunan Bank Indonesia di Jalan Thamrin itu bangunan dan tiang gede-gede, kalau bekerja di sana pasti uangnya juga besar," begitu pikirku.

Baca Juga : Pengacara: Ada 3 Wanita yang Klaim Jadi 'Korban' Cristiano Ronaldo

Dengan berat hati, kantor Bang Buyung aku tinggalin. Meski saat itu Bang Buyung sempat marah, aku tak hiraukan. Masuklah aku mengikuti pendidikan untuk calon pemimpin di Bank Indonesia di Jalan Juanda.

Ternyata, begitu aku mengikuti pendidikandi sana, alam pikiranku tak cocok. Aku pikir, di sana terlalu feodal, terlalu disiplin, seperti tentara.

Aku mengalami depresi yang sangat berat. Mungkin bisa dikatakan hampir gila kali, ya. Meski demikian, aku tetap mengikuti pendidikan sampai selesai.

Begitu selesai, aku langsung minta cuti. Rasanya aku memang sudah sakit jiwa. Dokter di sana pun merekomendasi aku untuk bisa cuti.

Kata dokter, kejiwaaanku sedang terganggu dan perlu istirahat.

Di balik rasa stres, ada jugacerita lucu. Semasa dalam pendidikan itu, kalau mau istirahat makan siang, aku dan teman-teman selalu diskusi, mau makan di mana kita?

Kalau makan di luar, berarti makan di tenda-tenda kaki lima. Kalau di dalam, ya di restoran Padang yang pasti harganya lebih mahal.

Dibandingkan dengan temantemanku, aku lebih cuek. Aku sering makan di restoran Padang. Bila pertengahan dan akhir bulan bokek, ya baru makan di tenda-tenda.

Nah, teman-teman, untuk makan saja diskusinya bisa lama gitu.

Karena tak bisa hemat, sempat pula aku ngutang dan jual cincin emas di daerah Kwitang. Memang, mengikuti pendidikan di BI itu, buat aku sengsara banget deh.

Pusing dan bokek sempat kualami. Dasar tak bisa hemat, selalu saja pertengah bulan dan akhir bulan, aku mengalami krisis keuangan.

MANUSIA NOMOR SATU

Kesempatan cuti kugunakan untuk membuat lamaran kerja. Saat itu target lamaranku ada empat.

Yaitu balik lagi Bang Buyung, atau ke kantor pengacara Gani Jemat, Muctar Karim & Komar, atau ke Makarim dan Taera. Akhirnya aku diterima di Makarim Taera.

Saat itu, Doktor Nono Anwar Makarim merupakan salah satu pengacara paling top untuk hukum internasional.

Ketika pertamakali masuk di Kantor Pengacara Makarim, aku hanya punya modal satu motor bebek. Itu pun aku bangga sekali.

Sementara karyawan yang lain sudah pada punya mobil dan berpenampilan necis. Ya, namanya pengacara, selalu necis, pakai jas dan dasi.

Satu lagi: omong besar kalau sudah ketemu cewek di kantin.

Nah, aku juga seperti itu. Kalau masuk kantor dan ngumpul dengan teman-teman, aku selalu tampil rapi.

Pakai jas dan dasi selalu tak ketinggalan. Namun, begitu pulang dari kantor, aku malu sama gadis-gadis yang kugoda itu.

Aku yang suka omong besar, kok pulang naik sepeda motor.

Baca Juga : Bukannya Duduk Manis, Ratusan Penumpang Malah Jalan di Atas Rel Karena LRT Palembang Mogok Lagi

Makanya sebelum ketahuan mereka, pulangnya aku selalu menutupi wajahku dengan sapu tangan besar. Ha ha ha.

Ketika gajiku sudah jutaan, mulailah aku beli mobil bekas.

Aku masih ingat, aku ingin memamerkan mobil bekas itu kepada Bapak yang datang dari daerah.

Kala itu, Bapak ke rumah kakakku. Dengan gagah, aku melajukan mobil ke rumah kakak.

Naas, mobilku mogok di jalan. Maksudnya mau pamer jadi enggak bisa.

Akhirnya aku panggil taksi untuk menarik mobilku. Sesampai di rumah kakak, mobilku diperbaiki Bapak. Bapak, kan, mantan montir.

Setengah jam diperbaiki mobilku, bisa hidup lagi.

Karierku berjalan bagus. Di tahun 1998, di Makarim Taera itu aku sudah menjadi manusia nomor satu. Jabatanku sudah presiden direktur.

Saat itu Pak Makarim sudah pensiun.

Artikel Terkait