Advertorial

Ketika Ratna Sarumpaet Jadi Aktivis Terakhir yang Jadi Tahanan Orde Baru Sebelum Soeharto Lengser

Muflika Nur Fuaddah
Moh. Habib Asyhad
Muflika Nur Fuaddah
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Pembunuhan Marsinah yang tewas pada 1993 menjadi salah satu kasus yang mendorongnya untuk aktif secara politik--dan membawanya ke penjara Orde Baru.
Pembunuhan Marsinah yang tewas pada 1993 menjadi salah satu kasus yang mendorongnya untuk aktif secara politik--dan membawanya ke penjara Orde Baru.

Intisari-Online.com- Ratna Sarumpaet yang baru saja bikin heboh media sosial sejatinya seorang akvitis sosial yang sangat vokal--bahkan sejak Orde Baru berkuasa.

Pembunuhan Marsinah, aktivis buruh yang tewas pada 1993, adalah salah satu kasus yang mendorongnya untuk aktif secara politik.

Ratna kemudian mulai menulis naskah pementasan orisinal pertamanya dengan judul "Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah" pada 1994.

Naskah teater itu ditulisnya selama satu tahun dengan gambaran jalan cerita yang lebih universal.

Baca Juga : Ratna Sarumpaet Akui Sebar Berita Hoax: Begini Cara Mengenali Berita Palsu alias 'Hoax'!

Tidak spesifik menyoroti Marsinah, namun mengenai nasib orang-orang yang diberlakukan tidak adil yang menuntut hak pada pihak berkuasa.

Pertunjukan teater Marsinah dipentaskan di Teater Arena, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 16-19 September 1994.

Drama sepanjang dua jam itu mengambil setting di alam barzakh.

Baca Juga : Dianggap 'Terlibat' Penghilangan Aktivis 1998, Mengapa Prabowo Bisa Mendapat SKCK?

"Siapa yang peduli keadilan, selain korban ketidakadilan. Mereka jarang dibela," ucap Ratna Sarumpaet, sang penulis, sutradara, dan sekaligus pemeran roh wanita di atas panggung, kepada Tabloid Nova edisi September 1994.

Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah ditulis sedemikian rupa sebagai ungkapan kegelisahan Ratna terhadap kasus-kasus semacam Marsinah.

Itulah sebabnya, tidak ada kemunculan tokoh Marsinah dalam pertunjukkan.

Sebaliknya, Ratna hanya menampilkan esensi penderitaan yang dialami Marsinah.

Baca Juga : Cerita para Istri Terpidana Kasus Marsinah:

Dan itu bisa menimpa siapa saja, termasuk pada kaum lelaki sekalipun.

Selain penulisannya yang memakan waktu lama, latihan untuk pentas itu pun membutuhkan waktu 5 bulan.

Sebelum berlatih, Ratna dan teman-temannya bahkan menyempatkandiri ke Nganjuk, Jawa Timur, untuk berziarah dan mengunjungi keluarga Marsinah untuk meminta izin atas pemakaian nama Marsinah.

Setelah berlarut-larut, atas kasus pembunuhan Marsinah, pada September 1997, Kepala Kepolisian RI menutup kasusitu dengan alasan bahwa DNA Marsinah dalam penyelidikan telah terkontaminasi.

Baca Juga : Mun'im Idries: Buruh Marsinah Mati Ditembak Aparat

Segera setelah penutupan kasus, Ratna menulis monolog "Marsinah Menggugat" untuk dipentaskan dalam sebuah tur ke sebelas kota di Jawa dan Sumatera.

Monolog ini kemudian dianggap sebagai karya provokatif dan tak jarang dibubarkan oleh pasukan anti huru-hara di beberapa kota saat dipentaskan.

Hal itu membuat rumah Ratna terus diawasi intel.

Baca Juga : Semakin Panas! Militer China Menantang AS dan Hampir Menabrak Kapalnya di Laut China Selatan

Semakin kecewa dengan tindakan otokratik Orde Baru Soeharto, selama pemilihan umum 1997 Sarumpaet dan kelompoknya memimpin protes pro-demokrasi.

Hingga akhirnya, pada Maret 1998, Ratna Sarumpaet ditangkap atas salah satu aksinya untuk kemudian dijebloskan ke penjara. Ia menjadi aktivis terakhir yang dipenjara Orde Baru sebelum Soeharto lengeser pada Mei 1998.

Setelah 70 hari dalam kurungan, sehari sebelum Suharto resmi lengser, barulah Ratna Sarumpaet dibebaskan.

Baca Juga : Curhat Cak Munir tentang Maling yang Kembalikan Motornya Setelah Tahu Ia Pembela Rakyat Kecil

Artikel Terkait