Advertorial

Gempa Donggala Sulteng: Hanya Soal Waktu Tsunami Terjadi di Wilayah Indonesia

Ade Sulaeman

Penulis

Gempa di Donggala Sulteng telah memicu tsunami setinggi 1-2 meter. Inilah alasan kenapa tsunami hampir pasti terjadi di Indonesia
Gempa di Donggala Sulteng telah memicu tsunami setinggi 1-2 meter. Inilah alasan kenapa tsunami hampir pasti terjadi di Indonesia

Intisari-Online.com -Gempa Donggala, Sulteng, dengan magnitudo 7,4 (28/9/2018) dirasakan hampir diseluruh wilayah Sulteng.

Sampai berita ini diturunkan, tercatat satu orang meninggal dunia, 10 orang terluka, dan sejumlah bangunan rusak akibat dari gempa.

Menurut BMKG gempa tersebut juga disusul dengan tsunami setinggi 1-2 meter yang tidak hanya menghantam Donggala tapi juga Palu dan Mamuju.

Kerusakan akibat tsunami ini pun terekam dalam beberapa video amatir yang dibuat oleh warga.

Baca Juga : Gempa Donggala - Tsunami Adalah Anak Bungsu Gempa yang Lahir Membawa Bencana

Ya, misteri tsunami nampaknya belum benar-benar terpecahkan, khususnya terkait dengan kapan dan dimana tsunami akan terjadi.

Saking tidak dapat diprediksinya, seolah hanya soal waktu tsunami terjadi di wilayah Indonesia, juga di wilayah-wilayah lain di dunia yang berpotensi mengalami tsunami.

Dua puluh dua tahun lalu, gempa dan tsunami dahsyat melanda Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 2.500 orang tewas.

Kerusakan terparah terutama dialami Kota Maumere dan Pulau Babi, pulau berdiameter 2,5 kilometer di utara Flores.

Baca Juga : Berita Gempa Donggala - Inilah Video Tsunami di Donggala yang Direkam Warga

Dari kedahsyatan dan dampaknya, tsunami Flores merupakan salah satu yang terkuat di Indonesia, selain tsunami Aceh pada 2004.

Petaka itu dimulai oleh gempa berkekuatan 7,5 skala Richter pada Sabtu, 12 Desember 1992, sekitar pukul 13.29 Wita.

Pusat gempa terletak di kedalaman laut, 35 kilometer (km) arah barat laut Kota Maumere.

Gempa itu lalu memicu longsor bawah laut, yang membuat tsunami Flores mematikan.

Baca Juga : Berita Gempa Donggala - BMKG Pastikan Terjadi Tsunami di Palu dan Donggala

Kombinasi gempa dan longsor itu membangkitkan ketinggian tsunami hingga lebih dari 25 meter dan melanda 300 meter ke daratan.

Terjadinya longsor bawah laut itu dipetakan para peneliti Jepang yang berkunjung ke pantai utara Flores dan Pulau Babi, dua pekan setelah petaka itu.

”Kami ke pantai utara Flores mengunjungi 40 desa di sana untuk mengukur ketinggian tsunami,” tulis Yoshinobu Tsuji dan tim dalam publikasi berjudul Damage to Coastal Villages Due to the 1992 Flores Island Earthquake Tsunami (1995).

Disebutkan, ketinggian tsunami di Kampung Wuring (Flores) mencapai 3,2 meter.

Baca Juga : Dari Kura-kura ‘Terbang’ hingga Berebut Kabin untuk Pepaya, Inilah Kisah-kisah Lucu dan Berbahaya di Pesawat

Seluruh Kampung Wuring, yang hanya 2 meter di atas permukaan laut itu, tenggelam.

Sebanyak 87 orang tewas di sana. Di Desa Riangkroko, di sisi timur Pulau Flores, tinggi gelombang 26,2 meter dan menewaskan 137 orang.

Zona rentan

Hingga tahun 1992 itu, Indonesia belum memiliki ahli tsunami sehingga riset soal tsunami Flores lebih banyak dilakukan ahli-ahli Jepang.

Perhatian kalangan ilmuwan Indonesia terhadap tsunami baru terbangkitkan setelah tsunami Aceh 2004.

Namun, hingga saat ini, penelitian tentang gempa dan tsunami, terutama di kawasan Indonesia timur, ternyata masih tetap minim.

”Dibutuhkan penelitian mendalam terkait sumber gempa dari subduksi ganda di Indonesia timur. Daerah ini belum banyak datanya sehingga kami sulit memetakan ancamannya,” tutur Irwan Meilano, ahli gempa dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung (Kompas, Senin, 16/11/2014).

Padahal, kawasan Indonesia timur merupakan yang paling rentan tsunami. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), sepanjang tahun 1629-2014, Indonesia dilanda 174 tsunami. Sebanyak 60 persen di kawasan Indonesia timur.

Di mana dan kapan tsunami berikut masih misteri. Misalnya, pada 2003, ahli gempa Kerry Sieh dari California Institute of Technology merekonstruksi riwayat gempa di segmen Mentawai. Dia menemukan megathrust ini di ujung siklus. Ancaman tsunaminya diprediksi akan mencapai Kota Padang.

Namun, pada 2004, tsunami ternyata terjadi di zona Aceh-Andaman, bukan di Mentawai. Setelah tsunami Aceh, Kerry kembali mengingatkan ancaman segmen Mentawai ini.

Lagi-lagi, tsunami terjadi di tempat lain, yaitu di Nias pada 2005 dan Pangandaran pada 2006. Masalahnya, segmen Mentawai ini datanya paling lengkap. Bagaimana dengan kawasan timur Indonesia yang masih gelap datanya?

Setelah tsunami Tohoku (Jepang) 2011, para ahli sepakat bahwa gempa besar dan tsunami dapat terjadi di semua jalur subduksi di dunia.

Ini berarti, hanya soal waktu, tsunami terjadi di Indonesia dan di wilayah timur Indonesia

Gempa dan tsunami dapat terjadi kapan saja di jalur subduksi yang mengepung Indonesia, mulai dari barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Flores, utara Sulawesi dan utara Papua, serta Maluku dan Seram.

(Aulia Dian Permata)

Baca Juga : Gempa di Donggala: Beberapa Kali Terjadi hingga Sempat Diumumkan Adanya Peringatan Dini Tsunami

Artikel Terkait