Peserta lelang berlomba-lomba mengungguli pesaingnya tanpa memperhitungkan kesanggupan mereka membayar. Akibatnya, kuncen yang terpilih tak sanggup membayar sejumlah uang yang disebutkan dalam pelelangan.
Baca Juga : Dea Angkasa Putri Supardi, Pendiri Harian Umum Fajar Cirebon
Karena itu, sejak awal 1970-an lelang dilakukan secara tertutup. Panitia pelelangan diketuai oleh kepala desa. Anggotanya terdiri atas tokoh masyarakat, aparat desa, LKMD, dan unsur muspika.
Peserta lelang memasukkan penawaran tertulis mereka dalam amplop tertutup. Siapa yang penawarannya paling tinggi menjadi pemenang lelang dan berhak menyandang jabatan kuncen makam Buyut Tambi selama satu periode yang lamanya 2 tahun.
la boleh mencalonkan lagi setelah selang satu periode. Jumlah calon tidak terbatas. Tetapi biasanya 3 – 4 orang. Seorang juru kunci makam Buyut Tambi, menurut Suhendy, harus keturunan orang yang pernah jadi kuncen makam itu.
Orang luar Desa Tambi pun bisa, asal menikah dengan wafga Tambi dari keturunan juru kunci. "Jadi maksudnya, keturunan yang ngopeni, bukan keturunan Buyut Tambi," tegas H. Mustofa.
Baca Juga : Nenek Buyut Raja Swedia Saat Ini Ternyata Bekas Pacar Napoleon
Aset desa
Syarat lainnya, pria berumur di atas 40 tahun, bebas dari G-30-S/PKI, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan tentu saja punya cukup duit. H. Mustofa sendiri berhak menjabat juru kunci periode 1995 -1997, setelah memenangkan lelang pada November 1995 dengan nilai lelang Rp 70 juta,-!
Hanya selisih sedikit dengan kedua pesaingnya dengan penawaran Rp 67,5 juta dan Rp 56 juta. Selain menjabat juru kunci selama 2 tahun sejak 11 November 1995, Mustofa berhak mengelola sawah dan tanah peninggalan Buyut Tambi seluas 2 ha. "Jadi memenangkan lelang tidak berarti menjadi juru kunci saja, tapi bisa menggarap sawahnya," tegas Suhendy.
Mustofa yang petani ini berani "membeli" jabatan semahal itu tentu dengan keyakinan, rezeki yang bakal dia terima dari peziarah bisa melampaui nilai tersebut. Belum lagi perolehan dari hasil lahan peninggalan Buyut Tambi.
Sayup-sayup terdengar rupiah yang diterima seorang kuncen dari para peziarah bisa sampai 3 kali nilai lelang.
Baca Juga : Kisah Gadis Cantik yang Melelang Keperawanannya Setelah Frustrasi Dikhianati Sang Pacar
"Saya juga heran, kok dia berani. Kalau dihitung, rata-rata seharinya dia minimal harus mendapatkan uang Rp 100.000,-. Kalau misalnya setiap hari tamunya yang datang cuma dua orang atau sama sekali tidak ada tamu, dari mana dia menutup uang lelang itu?" ujar Suhendy yang sejak menjadi sekretaris desa 8 tahun lalu sudah 5 kali menyaksikan proses pelelangan.
Dari waktu ke waktu, nilai lelang semakin tinggi. Pada periode 1993 - 1995, nilai lelang tertinggi Rp 45 juta. Pada era "kekuasaan" H. Mustofa sebelumnya,-1991 - 1993, nilai lelangnya lebih rendah lagi, Rp 30,5 juta. Ada semacam peraturan tak tertulis yang mensyaratkan nilai lelang pada periode berikutnya tak boleh kurang dari yang sebelumnya.
Uang lelang dibayarkan dua kali, 50% dibayarkan ketika memenangkan lelang, dan sisanya pada awal tahun kedua. "Pembayarannya tidak boleh dicicil," jelas Suhendy. "Paling lambat dalam tempo setengah bulan setelah terpilih," tambah H. Mustofa.
Bila pada tahun kedua juru kunci tak sanggup membayar, maka ia pun "dipecat" untuk dilakukan pelelangan kembali.
Baca Juga : Kakak Syahrini Meninggal Tersengat Listrik: Kedua Orang Ini Justru Mengklaim 'Kebal Sengatan Listrik'
Bagi Desa Tambi, uang lelang ini merupakan pendapatan desa yang terbesar. "Yang 40% berasal dari swadaya masyarakat," ungkap Suhendy. Uang pelelangan juru kunci makam Buyut Tambi itu masuk ke kas desa dan dipergunakan untuk memutar roda pembangunan desa, termasuk perawatan kompleks makam itu sendiri.
Wajar kalau kemudian pihak desa mempertahankan kompleks makam ini sebagai aset yang menguntungkan. "Kalau Tambi tidak punya makam buyut, dari mana kami dapat dana untuk pembangunan desa ini?" ujar Suhendy.
"Seandainya makam Buyut Tambi dijadikan objek wisata ziarah atau cagar budaya yang dikugsai pemda, itu bisa saja. Tapi nanti 'kan masyarakat desa yang memutuskan," tambahnya.
Belakangan ini Dinas Pariwisata Dati II Indramayu memang sedang mendata berbagai makam sejenis di seluruh Indramayu yang berpotensi untuk dijadikan objek Wisata Ziarah.
Baca Juga : Cerita Dari Gunung Kemukus, Ini Makna Ziarah Dan ‘Ritual Seks’ Di Sana Menurut Warga Sekitar
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR