Gara-gara kolusi
Peziarah yang terus datang mengalir tentu berarti hujan rezeki buat juru kunci dan para pembantunya. Usai menghadap, seorang peziarah nampak menyalami juru kunci dengan entah berapa lembar uang Rp 10.000,-
Padahal, dalam waktu ± 1 jam tak kurang dari 5 orang datang menghadap. Belum lagi, kalau keinginan peziarah terkabul. "Bahkan, pada hari haul buyut yang dilaksanakan setahun sekali, bisa ratusan kambing diserahkan ke pak kuncen," jelas Suhendy.
Baca Juga : Selain Makam Putri Diana, Ini 5 Pusara Orang Hebat di Dunia, Ada Makam Shakespeare
Menurut Udin, kalau juru kunci memasang tarif, malah rugi. "Sebab ada kemungkinan orang yang berhasil akan memberikan ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah kepada juru kunci," komentar Suhendy.
Peziarah yang permohonannya terkabul biasanya akan berziarah kembali. Bila tarif sudah ditentukan, mereka seperti tidak punya kewajiban moral lagi untuk memberikan sesuatu sebagai tanda syukur.
Namun, khusus untuk memohon agar bisa menjadi kaya, menurut Udin, tarifnya Rp 350.000,-. "Bisa juga sih ditawar," tambahnya. Sementara itu H. Mustofa mengatakan tidak ada tarif-tarifan.
Kalau yang diungkapkan Udin itu benar, barangkali ini salah satu motivasi orang "berebut" menduduki jabatan juru kunci di situ. Dulu, pejabat juru kunci adalah orang-orang yang ditunjuk oleh kuwu (kepala desa).
Baca Juga : Saking Cintanya, Gadis Ini ‘Nikahi’ Jenazah Pacarnya Sesaat Sebelum Dimakamkan
Celakanya, kuwu bisa sewenarig-wenang menunjuk atau memberhentikan juru kunci. "Kalau upetinya sedikit, diberhentikan. Kalau dianggap cukup, ya terus saja. Jadi ada semacam kolusi di situ," ujar Suhendy.
Untuk mengatasi hal itu, katanya, sejak tahun 1960 jabatan itu pun dilelang. Mungkin ini cara yang amat langka dalam dunia penentuan jabatan juru kunci sebuah makam. Siapa yang mengajukan nilai lelang paling tinggi, dialah yang menang.
Namun, H. Mustofa menambahkan, "Biarpun punya uang kalau tidak diridhoi Mbah Buyut, seseorang tak bakal bisa jadi juru kunci." Mulanya pemilihan kuncen melalui proses lelang yang dilakukan secara terbuka, mirip di tempat pelelangan ikan.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR