Permulaan Januari 1933 kapal Zeven Provincien ditugaskan berlayar dari Surabaya untuk perjalanan mengitari Sumatra. Kapal itu sudah menyinggahi Padang, Sibolga, Meulaboh, Sabang dan Oleh-leh.
Menurut rencana pelayaran "pameran bendera" itu akan dilanjutkan ke Deli, Bengkalis, Sambu dan Priok untuk kembali ke pangkalannya pada tanggal 1 Maret.
Baca Juga : Ratu Belanda Disebut Ningrat yang Paling Merakyat, Ini Asal Mula Julukan Tersebut
Aksi protes
Sementara itu pemerintah pusat telah menentukan bahwa penurunan gaji itu tetap dijalankan, hanya saja empat persen, bukan tujuh persen. Para perwira yang sudah berdinas lebih dari sepuluh tahun tetap dikenakan lagi pertgurangan sebanyak tujuh persen.
Itu hanya berlaku untuk pegawai yang Belanda, belakangan diputuskan lagi bahwa yang inlander ditambah lagi pemotongan bukan empat persen, tetapi tujuh persen.
Suatu diskriminasi yang sangat menyolok, apa lagi jika diingat pegawai anak negeri rata-rata hanya digaji separuh dari rekannya yang "Eropa".
Pada tanggal 30 Januari terjadi pemogokan oleh bawahan bangsa Belanda, yang mengakibatkan puluhan orang ditahan. Tanggal 3 Februari disusul oleh rekan-rekan mereka yang pribumi, sehingga ratusan orang dimasukkan tahanan di Madura.
Baca Juga : Di Tengah Gencatan Senjata, Belanda Hampir Saja Melakukan Agresi Militer Ketiga
Berita-berita tentang diteruskannya penurunan gaji dan aksi-aksi di Surabaya serta penangkapan rekan-rekan mereka sampai juga ke anak buah kapal Zeven.
Mereka kecewa dan mendongkol sebab merasa dibohongi oleh atasan. Diam-diam terjadi kasak-kusuk untuk mengadakan aksi. Para pelopor aksi ialah Paradja seorang nasionalis yang sudah empat kali diperingatkan, tetapi seorang pelaut tangguh sehingga dia dipilih untuk pendidikan lanjutan untuk calon bintara dari dua belas orang calon.
Mereka terdiri atas Rumambi, seorang kopral telegrafis, Gosal, seorang kopral perawat, juru minyak Hendrik dan kelasi Kawilarang, ditambah beberapa orang lagi.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR