Advertorial
Intisari-Online.com – Lima tahun yang lalu, (tulisan ini dimuat Desember 1973 – Red), warga negara Indonesia keturunan asing, khususnya keturunan Tionghoa, diberi kesempatan mengganti namanya.
Tulisan berikut ini dibuat oleh Siswadhi dan dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 1973, dengan judul asli Juga Belanda Rame-rame Ganti Nama.
Di antaranya tidak sedikit yang memilih nama-nama yang tidak lazim kedengarannya. Umpamanya saja: Nagaria. Ternyata, orang Belanda pun banyak yang mempunyai nama aneh. Untuk menggantinya perlu biaya.
Setelah menaklukkan negara-negara tetangganya, Napoleon memerintahkan rakyat yang berada di bawah kekuasaannya untuk memiliki nama keluarga. Nama-nama itu dicatat resmi pada catatan sipil untuk seterusnya dipakai juga oleh keturunannya. Negeri Belanda tidak luput dari peraturan ini.
Baca Juga : Terlanjur Lahir dalam Mobil saat Menuju Rumah Sakit, Semua Bayi Kembar 3 Ini Diberi Nama Avanza
Entah karena karena kesal, entah karena acuh tak acuh atau mungkin sebagai tanda perlawanan, banyak kepala keluarga Belanda masa itu memilih nama yang ganjil-ganjil, bahkan yang jorok-jorok.
Ada yang menyatakan orang Belanda masa itu memiliki rasa humor, tetapi rasa humornya itu barangkali agak kampungan untuk selera sekarang sehingga banyak di antara keturunannya menderita akibat nama mereka.
Dewasa ini ada ratusan orang Belanda yang bernama seperti Naaktgeboren (lahir telanjang), Kippenbroek (celana ayam), Luis (kutu busuk), Poepaard (dari 'poep’, tahi), Platvoet (telapak kaki datar), Smalbil (pantat sempit), Scheejhals (leher miring), Sukkel (lamban), Tietjes (tetek), Uytdebroek (lepas dari celana), bahkan Geilman (cabul), dan masih banyak lagi.
Kalau Anda tidak percaya, silakan membuka salah satu buku telepon kota Amsterdam misalnya.
Baca Juga : 'Jenglot' Asal Jepang ini Bernama Okiku, Rambutnya Bisa Bertambah Panjang Tiap Tahun
Apakah orang-orang itu dan keturunannya akan terkutuk selamanya oleh lelucon nenek moyangnya yang hidup di zaman Napoleon? Tidak! Pemerintah Belanda memberi kesempatan kepada mereka untuk mengganti nama mereka dengan yang lebih pantas didengar.
Namun temyata sebagian mundur teratur, sebab biayanya mahal. Sampai dengan tahun 1971 zegelrecht (biaya meterai)-nya masih f500.
Keluarga-keluarga yang tidak mampu membayar sekian lantas mencari akal bulus. Misalnya dengan mengucapkan secara lain dan dengan menambahkan tanda baca. Namun, tidak semua nama bisa diubah semudah itu.
Seorang arsitek bernama Rothuizen (rumah-rumah brengsek/jelek) terpaksa membayar f500 agar calon pelanggan tidak ngeri. Padahal, ia cuma menambahkan satu huruf s pada namanya sehingga menjadi Rotshuizen. Rots artinya (gunung) karang, atau orang yang bisa dipercaya.
Baca Juga : Banyak Dipakai Konglomerat dan Pesohor, Ini Arti Nama 'Hartono' Sesungguhnya
Seorang komisaris polisi yang juga ahli hukum, Mr. Prick, namanya menjadi tertawaan di kalangan orang yang paham bahasa Inggris. Kita tahu, banyak rakyat Belanda paham lebih dari satu bahasa asing.
Prick dalam bahasa Inggris bisa berarti "penis", bisa juga berarti "orang yang tidak menyenangkan" dan beberapa arti lagi yang "seram-seram". Jadi, ia terpaksa membayar f 500 untuk bisa menamakan dirinya Mr. Perrick.
Sekali Si Mati tetap Si Mati
Sejak 1 Januari 1972, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru untuk memberi kesempatan kepada warga negaranya yang merasa terganggu dengan nama keluarga mereka.
Baca Juga : Nasib Tragis Blackberry, Dulu Dipuja-Puja Kini Namanya Hilang Tanpa Jejak dan Beginilah Kabar Terakhirnya
Biayanya bukan lagi f 500, tapi Cuma f 25. Anehnya, orang tidak berbondong-bondong mengganti namanya. Tahun 1971, saat biaya meterai masih f 500 ada 70 orang mengganti namanya.
Tahun 1972, saat biaya sudah diturunkan menjadi f 25 jumlah yang mengganti nama tidak mencapai 100 orang. Rupanya, orang Belanda setia pada namanya, betapa buruknya sekali pun.
"Och, meneer", ujar Tuan Wide Dood (Sang Maut), "sejak kecil kami sudah terbiasa dengan nama kami. Saya hampir tidak merasakan kejanggalannya lagi. Kalau anak-anak saya ingin mempunyai nama keluarga yang berbeda, terserah mereka.
Saya de Dood, bukan Jansen atau Pietersen nomor sekian. Tentu saja, saya kadang-kadang harus berhati-hati. Waktu menelepon, saya tidak akan berkata, "Anda berbicara dengan Sang Maut .... Hal ini akan mengundang lelucon-lelucon yang tidak lucu. Saya selalu menyebutkan nama saya dengan lengkap.”
Baca Juga : Dari Hindia Belanda Hingga Menjadi Indonesia, Ternyata Beginilah Asal-usul Nama Indonesia
Ada juga orang yang malah bangga dengan nama mereka yang eksentrik. Suatu keluarga bernama Poepjes tidak mengganti nama mereka maupun mengubah ejaannya. Mereka pernah mengadakan reuni keluarga dan menyatakan, “Shakespeare ‘kan bilang, apalah artinya sebuah nama. Bunga mawar tetap harum, apa pun namanya.”
Ada pula orang-orang bernama keluarga Oranye yang membanggakannya, bukan karena merasa punya hubungan darah dengan keluarga kerajaan, melainkan sebab konon nenek moyang mereka pendukung keluarga kerajaan dan berani menentang Napoleon dengan memakai nama itu.
Pekerjaannya sesuai dengan namanya
Kalau kita melihat buku beroepsgids, yaitu buku lembaran kuning di Amsterdam, kita akan menemukan nama-nama orang yang anehnya kebetulan sesuai dengan pekerjaan atau jabatannya.
Baca Juga : Inilah Alasan Mengapa Ada Banyak Warga Vietnam Bernama 'Nguyen'
Baca Juga : Sedah Mirah Anak Kahiyang Ayu: Begini Cara Menghitung Berat atau Tidaknya Nama dengan Perhitungan ala Jawa