Namun, kondisi berbalik terkadang muncul, Misalnya, lantaran biasa diganjar uang setiap selesai berpuasa, begitu tidak diberi, maka anak akan menggerutu, bahkan mogok berpuasa.
Cara mengganjar dengan uang memang agak buruk dalam memancing kreativitas anak, namun menurut psikologi agama, cara itu tetap lebih baik ketimbang sama sekali tidak memuji kebaikan seorang anak.
Memang, anak-anak seringnya tahu bahwa puasa berarti tambahan uang jajan, karena pemahaman psikologi agama mereka belum sampai pada-hal-hal bersifat rohaniah.
Tahapnya masih pada tingkat memahami bahwa ganjaran itu berbentuk nyata dan langsung.
Maka menjadi tugas orangtua untuk terus-menerus menanamkan makna hakikat puasa sesuai kedewasaan mereka, hingga pemahaman keimanan mereka berkembang.
(Baca juga: Hiu Paus, Raksasa Misterius yang 'Doyan' Menyambangi Papua)
Kaitkanlah dengan hidup sehari-hari. Misalnya, berpuasa berarti juga berlatih menahah diri untuk tidak nakal, tidak; berkelahi, dll.
Membimbing anak-anak berpuasa memang tidak mudah. Orangtua juga ditantang untuk lebih bijak dalam membujuk mereka menaati aturan-aturan agama sejak dini.
Namun pengalaman puasa yang menyenangkan pasti akan membuat mereka tertarik untuk melakukannya lagi. (Masitoh Dumes Busanta)
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2001)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR