Intisari-Online.com -Boleh-boleh saja menjadi kaya raya, asal caranya tidak seperti Bupati Klaten satu ini.
Hanya dalam 8 bulan menjabat, Sri Hartini telah menerima uang suap hingga Rp12,1 miliar.
(Baca juga:Dipanggil “Doktor Honoris Causa”, Menteri Susi: Akan Saya Tenggelamkan)
Sri Hartini dilantik bersama wakilnya Sri Mulyani pada 17 Februari 2016.
Tiga bulan setelah menjabat, atau sejak Mei 2016, Hartini didakwa menjalankan kegiatan jual beli jabatan. Kegiatan berakhir setelah Sri Hartini ditangkap KPK pada Desember 2016 lalu.
Jaksa Penuntut Umum pada KPK mengungkapkan, aneka suap dan gratifikasi dilakukan dalam berbagai kasus. Suap dan Gratifikasi juga melibatkan ratusan nama warga Klaten.
Tak lama berselang, jaksa mendakwa Sri Hartini telah menerima hadiah atau janji dalam beragam kasus itu.
Dalam kasus jual beli jabatan, mulai dari penataan struktur organisasi hingga tata kerja, Sri mendapat upeti sebanyak Rp 2,98 miliar.
Dalam hal potongan bantuan keuangan desa dan kasus lainnya, Sri mendapat upeti hingga Rp9,167 Miliar.
“Patut diduga bahwa terdakwa telah menggerakkan memberikan persetujuan mutasi mengisi jabatan,” tutur jaksa KPK Afni Carolina, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (22/5) sore, dilaporkan Kompas.com.
Sri didakwa dengan pasal berlapis, yaitu pasal 12 huruf a, dan pasal 12 huruf b Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
“Sebagai penyelenggara negara yaitu bupati Klaten dilakukan sejak bulan Mei 2016 hingga 30 Desember 2016 di rumah dinas bupati. Bahwa perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan jabatan dan tugasnya,” tambahnya.
(Baca juga:Pesawat Intai Siluman Tercanggih dan Tercepat di Dunia Siap Gentayangan, Indonesia Patut Berhati-hati)
Besaran suap sendiri dilakukan oleh ratusan warga pegawai negeri Kabupaten Klaten yang hendak naik pangkat. Uang suap yang diberikan tiap satu orang jumlahnya bervariasi, tergantung tingkat jabatan yang akan ditempati.
Sri Hartini tidak keberatan dengan dakwaan itu. Ia pun tidak mengajukan nota keberatan atas kasus yang menjeratnya.